Meskipun si Cikal sudah masuk SDIT, terkadang saya masih mengikuti kajian yang POMG TK adakan. Selain karena kedua sekolah tersebut berada di bawah naungan yayasan yang sama, kini kajian Jumat tersebut terbuka untuk umum. Beberapa waktu lalu temanya menarik perihal masalah kesehatan mental.
Seperti biasa POMG TK mengadakan kajian pada Jumat pagi dari pukul 08.00 sampai 10.00. Narasumbernya merupakan sosok yang kompeten di bidang parenting. Beliau adalah Bu Tuntun Widyanti, S.Psi. Psikolog, seorang psikolog klinis dan hipnoterapi.
Wanita cantik lulusan Psikolog Klinis dari UNISBA tersebut mengantongi berbagai sertifikat hipnoterapi dan praktisi terapis. Beliau pun merupakan owner dan psikolog di PUSPPA NADINE. Bagi kalian yang berada di sekitar Garut dan membutuhkan keahliannya bisa langsung mendatangi kantornya di sekitar Tarogong.
Pembawaan Bu Tuntun itu lemah lembut dan tutur katanya pun santun. Sepintas sudah terlihat bahwa beliau merupakan sosok pendengar yang baik. Pun tentunya beliau akan memberikan solusi terbaik dari masalah yang kita hadapi.
Pada kesempatan itu, Bu Tuntun berbagi beberapa kasus yang pernah beliau tangani. Tidak jarang para pasien itu merupakan anak muda yang kehilangan pegangan. Dan, bisa kita tebak masalah tersebut berakar pada hubungan yang tidak baik-baik saja dengan orang terdekat, terutama orang tua.
Masalah-masalah tersebut membuat anak-anak mencari apa yang tidak mereka dapatkannya di rumah. Pencarian tersebut seringnya berlabuh pada yang tidak baik karena tidak ada arahan dari orang dewasa terdekat.
Anak-anak yang tangki cintanya tidak penuh akan dengan mudah terpedaya dengan sesuatu yang semu. Sehingga mereka bisa terjebak dalam child grooming atau cinta sejenis. Berbeda dengan anak-anak yang mempunyai banyak cinta di keluarga. Mereka akan selalu merasa cukup dan tidak haus kasih sayang.
Masalah kesehatan mental anak tersebut jika tidak diatasi bisa menjadi mata rantai setan yang akan terus berulang pada keturunannya. Mari kita cukupkan di sini, sama-sama kita ciptakan lingkungan kondusif untuk tumbuh kembang anak.
Masalah Kesehatan Mental
Hampir semua orang bisa menjadi orang tua (becoming parent), tetapi tidak semua bisa dan paham bagaimana menjalani peran tersebut (parenting). Oleh karena itu, kita selalu bisa membedakan status dan peran seseorang.
Status kita sebagai orang tua tidak serta merta menjadikan kita mampu menjalani peran tersebut sebagaimana mestinya. Memang tidak ada sekolah menjadi orang tua, tetapi kita bisa mempelajarinya, baik dari buku, seminar, ataupun pengalaman orang-orang hebat.
Agar lebih memahami konsep becoming parent dan parenting, Bu Tuntun memaparkan definisi keduanya agar kita lebih mudah dalam memahaminya.
- Becoming parent berarti sesuatu yang memang harus dikerjakan tanpa disadari. Sama halnya seperti saat kita mengedipkan mata, jantung berdetak dengan sendirinya, atau bernapas tanpa disadari. (Segala sesuatu yang yang kita tidak sadari lakukan berkenaan dengan tugas sebagai orang tua).
- Sedangkan parenting merupakan apa yang harus orang tua lakukan untuk anak berdasarkan hasil keilmuan parenting. Misalnya, mendidik anak harus secara halus, tidak membentak, tidak marah-marah, dan tidak berkata kasar (Sifatnya orang tua sadari).
Kalian tentu tidak setuju dengan cara mendidik anak dengan cara kasar, Playmates. Para ahli telah mengungkapkan betapa banyak saraf yang akan rusak akibat satu kali bentakan saja. Berikut beberapa alasan orang tua tidak boleh mendidik anak dengan kasar:
- 0-7 tahun adalah masa keemasan di mana otak anak sedang terbentuk dengan baik
- Mengganggu hubungan komunikasi dengan anak dan menyebabkan rendahnya kecerdasan emosi
- Mengajarkan cara tidak sehat dalam mengelola konflik
Akan tetapi, di lain pihak, kita kerap mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi terhadap anak. Hal tersebut bisa terjadi karena hal-hal berikut:
- Adanya trauma di masa lalu
- Stres dan tekanan hidup
- Perbedaan gaya pengasuhan dengan pasangan
- Perubahan identitas
Faktor Penyebab Becoming Parent Bermasalah
Untuk menyelesaikan suatu masalah, hal pertama yang harus kita lakukan adalah menggali akar permasalah. Proses untuk menemukannya bukanlah perkara mudah, butuh kesadaran dan keterbukaan.
Becoming parent yang bermasalah muncul dari korban masalah kesehatan mental yang kemudian jadi pelaku. Hal ini akan terus berlanjut ke generasi-generasi berikutnya dan terus meng-estafetkan luka pengasuhan. Oleh karena itu, kita harus memutus mata rantai tersebut sesegera mungkin.
Permasalah tersebut bisa terjadi sebagai akibat dari hal-hal berikut:
- Unwanted
Hal ini bersumber pada ketidaksiapan karena seseorang dalam posisi tidak menginginkan perannya sebagai orang tua. Itu bisa terjadi akibat terpaksa menikah atau terpaksa memiliki anak.
Oleh karena itu, seseorang harus dalam keadaan matang, baik secara usia, mental, maupun finansial saat memutuskan untuk berumah tangga. Kehidupan tidak berhenti setelah pernikahan, justru mulai dari sana muncullah peranan-peranan baru.
Peranan tersebut tentu membutuhkan tanggung jawab dan komitmen yang tinggi dalam menjalaninya. Apalagi jika kita langsung memiliki anak, sehingga tidak lama dari memperoleh status suami/istri menjadi ayah/ibu juga.
- Distracted
Hidup dengan segala dinamikanya kerap membuat kita stres. Stres itu melelahkan, jadi secara naluriah kita membutuhkan sesuatu untuk membuat kita relaks dan kembali bersemangat.
Tidak ada salahnya, kita mencari kesenangan untuk mengatasi tersebut. Namun, kesenangan itu jangan sampai membuat kita lupa akan tanggung jawab kita terhadap anak.
Seringkali ponsel menjadi penghiburan di tengah segala tekanan yang menghimpit. Segala media sosial bisa membuat kita melupakan sejenak masalah. Namun, di sisi lain energi kita habis menjadi habis di sana, sehingga mengurangi interaksi dengan anak.
- Clueless
Ini masih berkenaan dengan stres. Namun, di sini energi kita habis hanya untuk memikirkan masalah yang ada. Kita terlalu memusatkan perhatian pada hal tersebut tanpa solusi yang berarti. Padahal ini merupakan kesempatan kita untuk belajar menjadi orang tua yang baik.
Tindakan Pencegahan Masalah Kesehatan Mental
Jika merasa ada yang tidak beres dengan diri sendiri dan hal ini terlihat dari hubungan dengan anak yang tidak harmonis. Sadarilah, jangan terus menerus denial.
Kesadaran itu bisa menyelamatkan mental, baik mental kita maupun anak-anak. Masih banyak yang merasa hal seperti ini aib, jadi lebih memilih menyembunyikannya tanpa berusaha mencari solusi. It is OK to not be OK.
Melakukan Konseling dan Psikoterapi
Kita tidak selamanya bisa menghadapi segala beban hidup sendirian. Di titik itu, kita bisa berbagi kepada orang tepercaya. Mencurahkan isi hati pada pasangan atau sahabat bisa membuat hati terasa lega. Terkadang kita memang hanya butuh didengarkan.
Akan tetapi, kita harus hati-hati kepada siapa bercerita. Jangan sampai niatnya ingin melepas beban yang mengganjal, malah masalah baru yang datang karena salah memercayai orang.
Jika kita merasa segala tekanan itu sudah terlalu kuat. Tidak ada salahnya menemui pihak yang tepat, yakni psikolog atau konselor. Selain mendengarkan, mereka pun akan memberikan solusi yang sesuai tanpa menjatuhkan.
Dukungan dari Orang Terdekat
Faktor utama dalam kehidupan memang faktor internal, yakni diri sendiri. Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa faktor eksternal pun bisa memberikan dampak, baik positif maupun negatif.
Oleh karena itu, penting bagi kita berada dalam lingkungan yang suportif, apalagi jika dalam keadaan labil. Pasangan, keluarga, dan lingkungan sekitar yang tidak toxic akan sangat membantu pada pembentukan kestabilan mental.
Melakukan Kegiatan Positif
Setiap orang pasti punya hobi dan berhak melakukannya tanpa perlu menerima penghakiman. Selama itu positif serta tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, luangkanlah waktu untuk me time.
Yang pertama tentu temukan passion yang ada pada diri. Misalnya melukis, merajut, menulis, memasak, belajar bahasa, atau merawat tanaman. Kemudian temukanlah orang atau komunitas yang sefrekuensi. Jika tidak menemukannya di lingkungan sekitar, pasti ada komunitas sejenis itu di dunia maya.
Penutup “Masalah Kesehatan Mental”
Kajian yang POMG TK adakan tidak melulu membahas agama. Sesekali kegiatan itu diselingi dengan tema parenting. Ini sangat membantu wali murid, terutama saya, untuk terus meng-upgrade ilmu dan pengetahuan yang berkenaan dengan pengasuhan.
Issue kesehatan mental dewasa ini menjadi topik hangat di berbagai kalangan. Banyak orang kini yang lebih aware perihal issue tersebut. Tentu hal ini merupakan suatu kemajuan yang harus terus ditingkatkan.
Pada kajian parenting tersebut, Bu Tuntun memberikan tips agar naluri becoming parent lebih terasah.
- Menunjukkan rasa kasih sayang yang konsisten
- Memberikan perhatian penuh
- Menciptakan lingkungan aman dan stabil
- Memfasilitasi komunikasi terbuka
- Mengajarkan cara mengelola emosi
- Menjadi teladan dalam menghadapi tantangan
- Mengajarkan tentang norma aturan
- Memberikan pujian yang membangun
- Mendukung perkembangan sosial anak
Dari pemaparan di atas bisa kita simpulkan bahwa sebelum punya anak pastikan kita telah selesai dengan diri sendiri. Sehingga anak tidak menjadi korban dan masalah kesehatan mental terputus di kita. Jika telanjur, sembuhlah dan perbaiki semua bersama-sama dengan pasangan dan orang tersayang lainnya. Kalian punya pengalaman serupa, Playmates? Berbagi di sini, yuk!
Karena disinggung, aku jadi pengen curcol. Kan emang akhir-akhir ini aku getol banget belajar bahasa Korea. Keluarga, anak, suami, nggak komentar macem-macem. Tapi justru stigma itu datang dari lingkungan/komunitas yang lain. Mereka mempertanyakan kenapa aku segitunya belajar Koreaan, wong nanti nggak akan dibawa mati. Nah ini, aku sebetulnya jadi sedih kalo ada yang bawa-bawa agama hobi minatku ke budaya/bahasa Korea :”) Mereka nggak tau, aku belajar bahasa Korea itu salah satunya buat healinh biar aku nggak gampang overthinking. Keluar masuk ruang konsultasi psikologi itu kadang capek rasanya. Di ruang konsultasi, aku disarankan untuk mencari kesibukan yang bisa membuat aku lupa. Tapi pas udah ketemu, orang-orang di sekitarku reaksinya begitu, kan jadi potek hati ya :”) Ini masih jadi PR buatku sendiri untuk bersikap bodo amat sama komentar orang. Demi menjaga kewarasan mental, aku bahkan sampe meng-cut off beberapa orang yang membuatku merasa ‘tidak aman’. Tujuan utamaku cuma satu : bisa membersamai anak dengan baik (nggak perlu jadi ideal) sampai kelak anak dewasa.
*duh jadi panjang maap hehe
Jadi orang tua bisa juga ya mendapatk masalah kesehatan mental. Kalau tidak ditangani akan menular kepada anak yang mentalnya juga tidak sehat
Bener banget, memang jadi orang tua itu bukan cuma soal status, tapi juga kesiapan mental dan ilmu parenting yang harus terus di-upgrade. Kadang kita terlalu sibuk dengan urusan sendiri sampai lupa kalau anak juga butuh perhatian dan kasih sayang yang cukup. Setuju banget kalau kesehatan mental orang tua itu kunci utama buat membangun hubungan yang sehat dengan anak. Semoga makin banyak orang tua yang sadar pentingnya hal ini dan berani mencari bantuan kalau merasa kewalahan. Makasih sudah berbagi ilmunya…
Bener banget ini menjadi orang tua setidaknya kita sudah selesai dengan diri sendiri. Agar lingkaran masa kecil tidak terulang lagi di anak dan itu tidak mudah. Jujurly saya perlu waktu yang cukup lama untuk selesai dengan diri sendiri. Banyak banget belajar dari anak pertamaku. Love her much deh.
Kalau dulu masalah kesehatan mental rasanya menyerang orang dewasa aja, tapi sekarang bisa menyerang semua kalangan. Dulu sebelum menikah, aku suka komentar dalam hati kalau liat ibu yang suka marahi anak, dll. Tapi, setelah aku jadi orang tua, kok aku rasanya paham betul bagaimana perasaan orang tua itu. Ya walaupun nggak dibenarkan juga mendidik anak dengan kekerasan. Mendidik anak nggak mudah, lelah rasanya, tapi di situ pahalanya.
Gimana coba kita lagi stres, tapi bisa memberikan dan menunjukkan kasih sayang yang banyak sama anak, sampai anak merasa kita baik-baik saja. Rumit dan kompleks banget masalah rumah tangga, haha. Sejauh ini Alhamdulillah aku bisa menunjukkan kasih sayang itu pada anak, semoga dia merasakan hal yang sama sehingga nggak mencari kasih sayang di luar. Walaupun rasanya kadang suka jauh sama anak kalau lagi sibuk, tapi inget kembali lagi untuk bonding terus sama anak.
Ngomongon tangki cinta, sebagai orang tua kita harus benar-benar paham akan anak kita. Kadang kita menganggap remeh, hingga tidak menyadari kalau tangki cinta belum sepenuhnya terisi.
Btw, sebagai ortu wajarlah kadang merasa stress krn banyaknya aktivitas. Sehingga mengalami parental burnout. Baiknya memang komunikasi dengan pasangan shg tetap bisa menjaga bonding dengan anak.
Kesehatan mental orang tua, terutama ibu, memang wajib banget dijaga. Karena akan berpengaruh ke semua keluarga. Kondisi ibu yang stres, tertekan akan membuat ibu mudah terbawa emosi dan tidak sabar dalam menghadapi anak-anak. Lingkungan keluarga, terutama suami, harus mau concern juga dengan masalah ini ya. Harus peka dengan kondisi mental istri. Siap siaga membantu jika kondisi istri sedang kurang baik, dan butuh istirahat. Becoming parent dan parenting adalah tanggung jawab berdua antara suami dan istri, jadi harus kompak untuk menjalaninya.
Sebelum orang lain, utamakan diri sendiri terlebih dahulu. Begitu juga ketika menjadi orang tua, harus mengutamakan kesehatan mental pribadi dulu, agar terhindar menyalurkan emosi negatif kepada anak. Apalagi, untuk anak di masa usia 0-7 tahun
Masalah kesehatan mental memang sedang banyak dibicarakan karena actualnya sekompleks itu masalahnya. Terlebih lagi bagi seorang ibu yang kerjanya terus menerus melakukan hal yang sama. Ketika lelah datang tanpa adanya pengertian dan dukungan orang terdekat maka sangat rawat terkena mentalnya. Orang-orang terdekat menjadi kunci ketika masalah kesehatan mental datang menghampiri
Aku jadi kesenggol, eh benar juga ya. Semua orang bisa jadi orang tua, tapi belum tentu bisa menjalankan peran sebagai orang tua dengan utuh. Jujur aku sendiri masih banyak belajar..salah satunya dengan menjaga kesehatan mental diri sendiri, insyaallah energi positif sehat lahir batin bisa ke anak2 dan suami
untuk bisa mengisi tangki cinta anak ortu harus selesai dulu dengan masalah dirinya. karena kalau tidak akan sulit sekali untk konsisten dalam proses mengisi tangki cinta anak