Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Playmates. Salam sehat untuk semua, ya. Kita harus kuat jiwa dan raga dalam menghadapi tantangan yang ada, baik urusan rumah tangga maupun perihal anak-anak. Di tengah keletihan mengurus semua, kita tetap harus waras agar bisa menyadari pentingnya cinta murni dalam pembentukan karakter dan fondasi iman anak.
Sudah hari Jumat lagi, saatnya kajian lagi. Jumat kali ini POMG sekolah si cikal menghadirkan kajian parenting. Narasumbernya Iwan Kurniawan Ahmadi, CH, C.FC dengan tema Melatih Mengembangkan Sosial Emosional pada Anak Usia Dini.
Acara berlangsung dari pukul 08.00 sampai 10.30, lebih 30 menit dari yang seharusnya. Sayangnya, saya hanya dapat menyimak sampai jam 09.00 lebih karena si bungsu yang merasa bosan dan merengek ingin ke luar ruangan.
Berbeda dengan dua kajian sebelumnya yang bisa saya ikuti sampai akhir meski membawa si bungsu, kali ini saya terpaksa meninggalkan acara saat masih berlangsung. Saya sempat masuk lagi setelah membelikan anak lelakiku itu jajanan, tetapi baru duduk beberapa menit, dia sudah mengajak keluar lagi.
Kecewa sih karena ilmu yang didapat setengahnya pun tidak. Namun, biarpun secuil tetap saya tuliskan. Sesedikit apa pun ilmu tentunya tetap bermanfaat dan manfaatnya akan jauh lebih besar lagi jika dibagikan. Masyaallah.
Related:
Keutamaan Ilmu, Cari Tahu, Yuk!
Jenis-jenis Watak Anak, Kenali, Yuk!
Pengalaman Berkesan Saat Mengikuti Kajian Bersama Ibu Wakil Bupati Garut
Pendidikan Tauhid Kepada Anak, Sepenting Apakah?
Kata Pengantar dari Guru Bimbingan dan Konseling
Saya baru pertama melihat guru BK ini karena biasanya yang tampil mewakili sekolah di depan orang tua murid itu adalah bu kepala atau bu wakil kepala bidang kurikulum. Karena keduanya berhalangan maka Bu Gita Purnama Sari lah yang memberikan prakata.
Untuk kajian rohani biasanya tidak ada kata pengantar terlebih dahulu. Langsung ke inti saja yang disampaikan narasumber. Untuk kali ini berbeda, entah mengapa. Mungkin karena pematerinya dari luar pesantren dan temanya parenting.
Bu Gita menjelaskan bahwa tidak setiap ada masalah langsung beliau tangani. Kalau misal masalahnya tidak terlalu besar dan bisa diatasi guru kelas, semua selesai di sana. Oh, pantesan saya jarang melihat beliau.
Sekolah si cikal ini sekolah inklusi. Mungkin bagi orang tua yang anandanya termasuk kategori anak berkebutuhan khusus akan labih sering berjumpa dengan guru bimbingan dan konseling ini.
Bu Gita menyinggung sedikit tentang perkembangan sosial emosional anak. Katanya, anak-anak itu belum mampu sepenuhnya menunjukkan apa yang dirasa sehingga yang terlihat bisa dinilai seperti tindakan mengganggu.
Misalnya ketika anak menyukai temannya, tetapi dia tidak tahu harus bagaimana memulai percakapan atau interaksi. Jadilah dia terus menerus mengikuti atau menarik bajunya yang tampak seperti tindakan gangguan. Padahal anak tersebut hanya mencari perhatian agar bisa ter-noticed.
Kalau pun situasi itu berujung pertengkaran atau tangisan, anak-anak tetaplah anak-anak yang gampang melupakan dan kondisi pun membaik lagi. Semua menjadi runyam kala orang dewasa yang kurang bijak turut campur.
Anak-anak sudah akur lagi, sedang para orang tuanya masih menyimpan rasa kesal dan perasaan negatif lainnya. Oleh karena itu, kita sebagai orang tua harus memahami kemampuan sosial emosional anak-anak belum berkembang sempurna jadi harus bisa mengendalikan diri saat anak-anak berselisih.
Pentingnya Cinta Murni dalam Pembentukan Karakter Anak
Pak Iwan tiba-tiba saja berdiri. Dengan semangat beliau mengajukan pertanyaan kepada bunda-bunda yang hadir di acara kajian parenting tersebut.
“Kalau anak Ibu mengadu dan mengatakan bahwa dia dijahili atau dipukul temannya. Apa yang akan Ibu katakan?”
Suasana langsung riuh, para bunda melontarkan berbagai jawaban. Kalau saya sih melongo, mengingat-ingat biasanya saya jawab apa, ya, kalau anak-anak sedang mengadu.
“Ya, Ibu yang di depan. Bagaimana?”
“Emang kamu ngapain? Kamu nya kali yang mulai,” jawab si ibu.
Pak Iwan tersenyum sambil berkata, “Kalau ibu menjawab seperti itu, nanti anak akan menjadi rendah diri karena terbiasa disalahkan. Ada jawaban lain?”
Ibu yang lain menjawab, “Mana anaknya? Biar Ibu samperin.”
Pak Iwan kembali tersenyum, “Ibu, kalau Ibu berkata seperti itu, nantinya anak akan menjadi pengadu.”
Suasana masih meriah, tetapi bunda-bunda tidak lagi berebut menjawab lagi karena sepertinya semua jawaban akan salah di mata Pak Iwan.
“Kalau anak ibu mengadu, bilang padanya, ‘Yang menjahili kan temanmu, bukan Ibu. Bilang pada temanmu itu, aku nggak suka dipukul, jangan begitu. Berani nggak? Kalau nggak berani Ibu antar, tapi harus kamu yang bilang.'”
Alhamdulillah, rasanya saya juga kerap berkata hal yang serupa demikian saat terjadi perang saudara antara si cikal dan si bungsu dan salah satunya ada yang mengadu.
Dengan memberikan respons seperti itu berarti kita sedang melatih kemandirian anak dan membiasakan dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri.
Ngeri juga, ya, kata-kata kita bisa berdampak sebegitu besarnya pada karakter anak. Oleh karenanya kita harus terus belajar agar bisa menjadi orang tua yang baik. Cinta murnilah yang pada akhirnya bisa membentuk karakter baik anak.
Pentingnya Cinta Murni dalam Pembentukan Fondasi Iman Anak
Pak Iwan mengajukan sebuah pertanyaan lagi. “Anak itu apa, sih?” Hampir semua menjawab bahwa anak itu adalah amanah. Kemudian, beliau menunjuk buah-buahan yang ada di atas meja.
“Misal saya menitipkan buah-buahan ini sama ibu, terus pas saya pergi ada yang meminta buah-buahan tersebut, apa ibu akan kasih?”
“Tidak,” jawab kami serempak.
“Kenapa?”
“Karena amanah.”
“Begitu juga dengan anak. Kalau memang amanah, terus apa yang menyebabkan Ibu berani-beraninya memarahi anak, memukul anak? Kan amanah, apa tidak takut saat dimintai pertanggungjawaban oleh pemiliknya?”
Suasana riang masih memenuhi ruang, tetapi rasa sesak menyerbu dada saya. Air mata meleleh tanpa bisa dibendung lagi. Betapa saya selama ini bodoh dalam ilmu pengasuhan anak.
“Ibu tersindir? Ya, mohon maaf tugas saya memang untuk menyindir.”
Gelak tawa kembali menggema, tetapi saya semakin sulit mengendalikan tangisan. Sungguh besar dan banyak dosa saya pada anak-anak.
Lelaki berperawakan tinggi itu melanjutkan bahwa menjaga amanah berarti juga mendidiknya. Fokuslah mencapai rida Allah dalam mendidik anak sehingga akan berimbas baik pula terhadap anak.
Yang bisa kita lakukan adalah berusaha mendidik sebaik mungkin dan serahkan hasilnya pada yang Mahapunya. Selain itu, perbaiki juga diri demi anak-anak karena seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits bahwa setiap anak itu fitrah.
Dar Abu Hurairah, Rasulullah bersabda setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah, kecuali orang tuanya yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (H.R. Bukhari)
Kembali lagi, cinta murnilah yang nantinya akan sangat berpengaruh pada pembentukan fondasi iman anak. Yuk, benahi diri demi mereka.
Penutup
Alhamdulillah saya masih punya rizki untuk menyimak kajian parenting di minggu kelima ini. Meskipun tidak bisa berada di aula sampai acara berakhir, saya banyak mendapatkan insight yang mudah-mudah bisa menjadikan saya orang tua yang lebih baik lagi.
Poin-poin yang saya garis bawahi adalah:
- Ajarkan anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri
- Perbaiki diri untuk mereka
- Anak adalah amanah
- Fokuslah mencapai rida Allah dalam mendidik anak, sehingga akan berimbas baik terhadap anak
- Berusahalah mendidik anak sebaik mungkin dan serahkan hasilnya pada yang Mahapunya
Semoga kita dimampukan mendidik anak dengan baik, ya, Playmates. Terus belajar dan pahami pentingnya cinta murni dalam pembentukan karakter dan Fondasi Iman pada Anak.
Ini topiknya psikologi keluarga ya. Ketika mendidik dengan ikhlas dan cinta, tentu anak merasa enjoy dan bisa memahami, berbeda dengan mendidik gaya otoriter dan seperti tidak ikhlas membuat anak menjadi agresif atau pemurung
Iya, Pak. Semoga dimampukan, ya. Paling susah mengendalikan emosi.
“Kalau anak ibu mengadu, bilang padanya, ‘Yang menjahili kan temanmu, bukan Ibu. Bilang pada temanmu itu, aku nggak suka dipukul, jangan begitu. Berani nggak? Kalau nggak berani Ibu antar, tapi harus kamu yang bilang.’”
Nah, saya tidak persis seperti ini. Awalnya saya tanya dulu bagaimana ceritanya, kenapa sampai dijahili. Setelah itu baru diajarin untuk berani bersikap, mengatakan TIDAK atau JANGAN atau TIDAK MAU.
Jadi orang tua memang gak mudah ya, Mbak … semoga kita menjadi ibu yang selalu belajar ya untuk menjadi ibu yang baik bagi buah hati kita.
Masyaallah, terima kasih sudah berbagi. Betul, peer besar bagi orang tua.
Semoga Kajian parenting seperti ini trus berlanjut ya mbak, aku pun sedih ketika baca ttg anak adalah amanah tanpa kita sadari sebagai orang tua seringkali memarahinya.
Aamiin. Iya, merasa berdosa banget, tetapi mengendalikan diri itu susah.
Seneng sekali membaca ulasan parenting ini mba,
Saya jadi seperti terikut vibes berada disana.
Parenting itu kayak hutang, kalo gak dikerjakan bakalan nagih sampai kita sendiri yang membereskannya.
Duh, hadis serem kalo tugas itu gak kita selesaikan di dunia. Tentunya gak enak kalo nanti di akhirat akan ditanyai kenapa gak dibereskan
Semoga dimampukan membereskan utang-utang kita, ya. mbak. ?
Mendidik anak karena Allah adalah sesuatu yang indah dan memang harus dilakukan oleh setiap orang tua.. dengan itu kita jadi bisa berusaha sebesar besarnya dan bertawakal setelah usaha dilakukan.. semoga kita semua menjadi lebih dekat kepada Allah
Aamiin ya rabbal aalamiin. ?
Ini acaranya yang mengadakan sekolahan-kah? Atau luar sekolah? Kalau dari sekolah, menarik yaaa. Jadi ada jembatan antara guru, ortu, dan murid-murid demi pertumbuhan anak. Materinya juga bagus.
Ini acara kajian mingguan yang diadakan sekolah. Alhamdulillah, selain anak, orang tuanya pun belajar. ?
Dengan membaca ini ilmu parenting saya makin nambah kak, semakin sadar bahwa cinta itu sangat penting untuk membentuk karakter anak dan membuatnya tumbuh menjadi anak yang penuh kasih dan lembut
Harus menjadi teman bagi anak, ya, agar anak tidak segan saat ingin bercerita.
Semoga momi-momi stay focus, ya. Harus banyak minum air putih. ?
Karena ini guru BK di TK. Bahaya kalau garang mah. ?
Alhamdulillah, bahagia mendengarnya, Kak. ?