Pasangan Tak Sesuai Ekspektasi Bukan untuk Diratapi

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Playmates. Salam sehat untuk semua, ya. Waktu si cikal masih TK, saya hampir selalu menghadiri kajian POMG tiap pekannya. Namun, setelah masuk SDIT, saya baru satu kali menghadiri kajian dengan tema pasangan tak sesuai ekspektasi.

Meskipun berada dalama satu yayasan, TK dan SDIT mempunyai acara kajiannya masing-masing. Kajian di TK sudah berlangsung bertahun-tahun dan memiliki jadwal tetap tiap Jumat. Untuk SDIT baru sekarang-sekarang ada kajian dan jadwalnya per bulan.

Selama satu semester kemarin, SDIT mengadakan sekitar tiga atau empat kali kajian. Di kajian terakhirlah, saya baru mempunyai kesempatan untuk menghadirinya. Biasanya, komite sekolah mengadakan kajian di aula SDIT, tetapi kali ini kajian berlangsung di aula pesantren yang jauh lebih besar.

Ternyata hari itu bukan hanya ada kajian, tetapi plus sosialisasi tentang tata tertib berpakaian. Pihak pesantren sedang gencar mengedukasi cara berpakaian sesuai aturan agama, mengingat sudah banyak yang melenceng.

Pada hari itu anak-anak sedang masa santai selepas ASAS, jadi jadwal pulangnya lebih awal menjadi pukul 10.00. Hal ini membuat saya tidak bisa mengikuti acara sampai beres karena harus segera menjemput.

Pasangan Tak Sesuai Ekspektasi

Untuk kali ini pihak komite (TK memakai istilah POMG, sedangkan SDIT menyebutnya komite) mengadakan kajian dengan judul Ketika Pasangan Tidak Sesuai Harapan. Ustaz Dr. Daris Tamin, M. Pd menjadi narasumbernya. Beliau hadir setelah acara sosialisasi tata tertib berpakaian selesai.

Ustaz Daris memulai acara dengan beberapa pertanyaan. Lalu pertanyaan itu diolah yang hasilnya menunjukkan seberapa harmonisnya hubungan kita dengan pasangan. Hal ini cukup untuk mencairkan suasana.

Faktor Penyebab Kekecewaan Terhadap Pasangan

Faktor Penyebab Kekecewaan Terhadap Pasangan Tak Sesuai EkspektasiDari cara penyampaiannya, Ustaz Daris tampak menguasai materi. Usut punya usut, ternyata beliau seorang dosen dan konsultan pernikahan. Tidak mengherankan, pihak komite menawarkan tema ini pada beliau karena memang ahlinya.

Untuk mengobati suatu penyakit, tentu kita harus mengetahui dengan pasti apa penyakit tersebut dan apa penyebabnya. Begitu pula dengan permasalahan ini. Sebelum mencari solusi perihal pasangan tak sesuai ekspektasi, alangkah baiknya kita mencari tahu apa faktor penyebabnya.

Ekspektasi yang Berlebihan

Di antara kita sering menganggap bahwa pernikahan adalah sebuah akhir, memang benar, akhir dari masa single. Setelah itu, kita akan memulai babak baru yang lebih menantang, terutama dari pasangan.

Yang tadinya apa-apa sendiri, jadi harus selalu berbagi dan bekerja sama. Menyatukan dua kepala tentunya bukan perihal yang gampang, apalagi ada keluarga dari kedua belah pihak yang juga menjadi bagian hidup kita.

Dalam bayangan banyak orang, pernikahan itu indah. Tentu saja indah, tetapi ia hadir dengan segala dinamikanya, tidak hanya menawarkan kebahagiaan dan kesenangan. Bayangan itulah yang sedikit banyak membuat kita memiliki ekspektasi yang berlebihan dan terlalu tinggi pada pasangan.

Kita mengharapkan ini dan itu dari pasangan. Namun, terkadang kita lupa bahwa pasangan pun memiliki harapannya sendiri pada kita. Harapan-harapan yang terlalu tinggi itu hanya akan membuat kita jatuh sejatuh-jatuhnya.

Terlalu Sering Membandingkan

Tidak ada orang yang suka dibanding-bandingkan. Namun, terkadang tanpa kita sadari telah menyakiti pasangan karena menganggapnya tidak lebih baik dari orang lain. Membuat perbandingan tidak pernah menjadi hal yang baik dan bijak.

Remaja putri dan emak-emak zaman sekarang biasanya suka pada artis Korea, termasuk saya. Eh. Saya pribadi suka sebatas suka saja, tidak sampai menggangu aktivitas. Untuk remaja putri mungkin tidak akan terlalu menimbulkan masalah. Namun, emak-emak yang sudah memiliki pasangan harus lebih bijak dalam mengelola rasa suka itu.

Rasa suka yang berlebihan terhadap, misal sebut saja Kim Tae-hyung, bisa membuat pasangan tidak lagi tampak menarik. Secara, ya, angin Korea itu beda, jadi orangnya bening-bening. Di sinilah kita harus punya pakem-pakem agar tetap bisa menjejak bumi. Malah ada beberapa pihak yang melarang keras mengidolakan artis.

Sebenarnya tidak terbatas artis Korea, kebetulan saja sekarang zamannya Korean wave alias hallyu. Kembali ke masalah perbandingan tadi. Dalam banyak kasus justru perbandingan dengan orang yang kita kenal secara real dalam kehidupan bisa lebih memicu pertengkaran daripada membandingkan dengan artis yang tahu kita hidup saja tidak.

Bayangan Masa Lalu

Inilah pentingnya untuk menjadikan suami/istri sebagai cinta pertama dalam hidup agar kita tidak terganggu bayang-bayang masa lalu. Tentu itu bukan hal yang mudah. Namun, kita bisa menanamkan kesadaran untuk tidak jatuh cinta secara mendalam sebelum menikah.

Agama pun melarang untuk mendekati zina sebelum ada ijab qabul. Larangan dan perintah dalam Islam tidaklah ada melainkan pasti memiliki keutamaan untuk kebaikan kita sendiri. Kitanya saja yang terkadang abai akan hal tersebut.

Kerelaan yang Tidak Total

Ekspektasi yang berlebihan tadi pada akhirnya menutup segala kebaikan yang ada pada pasangan. Yang tampak di mata hanya kekurangannya saja, sehingga hati tidak rela menerimanya, atau paling tidak menerima dengan setengah hati.

Hal ini bisa mengikis rasa syukur. Hari-hari akan terasa panjang karena dipenuhi kekecewaan dan penyesalan. Andai pasanganku si ini pasti tak begini, andai dia pasanganku, aku pasti akan bersyukur. Padahal seperti yang kita tahu, rasa syukurlah yang menjadikan semua terasa cukup.

Sensitivitas yang Berlebihan

Inilah yang kita sebut serba salah. Pasangan melakukan kesalahan sepele saja bisa membuat kita marah. Padahal hal tersebut tidaklah krusial, tetapi kok rasanya pengen marah saja. Hati-hati, ya, Playmates, mungkin emosi kita sedang tidak stabil hingga mudah marah dan tersinggung.

Sensitivitas berlebihan terhadap pasangan pun bisa membuat kita gampang kecewa. Semua yang ada padanya dan apa yang dia lakukan hanya mampu membuat meradang, sehingga menjauhkan diri kita dari pemakluman.

Kiat Mengatasi Kekecewaan pada Pasangan

Setelah mengetahui penyebab-penyebab kekecewaan terhadap pasangan, Ustadz Daris kemudian memberikan kita-kiat untuk mengatasinya. Saya tidak menyimak sampai acara berakhir, mungkin akan ada beberapa poin yang terlewat. Namun, poin-poin ini saja, saya rasa akan sangat bermanfaat bagi banyak orang.

Memiliki pasangan tak sesuai ekspektasi bisa jadi menyimpan banyak pelajaran dan hikmah. Seperti yang Allah sebutkan dalam QS. Al Baqarah ayat 216 yang artinya:

Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.

Pasangan tak sesuai ekspektasi belum tentu suatu keburukan. Simak kiat-kiat di bawah ini untuk meredam kekecewaan atas hal itu, yuk, Playmates.

Rida atas Takdir

Segala yang terjadi pada kita tentunya atas izin Allah SWT. Begitu pun dengan jodoh, ia merupakan salah satu bentuknya. 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, Allah telah menuliskan takdir kita. Kemudian saat telah 120 hari dalam kandungan, Allah menegaskan takdir itu.

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya, kita mengimani takdir Allah. Kita meyakini bahwa semua sudah menjadi ketetapan-Nya. Saat pasangan ternyata tak sesuai harapan, kita ingat kembali semua telah tertulis di lauhul mahfudz.

Berpikir Positif

Kekecewaan mayoritas berhulu pada harapan yang melambung. Terkadang, kita terlalu asyik hidup di awang-awang hingga lupa menjejak bumi. Harapan demi harapan yang tidak mewujud, pada akhirnya hanya membuat kita jatuh ke palung sesal terdalam.

Cobalah untuk berpikir positif. Sadari bahwa kesempurnaan itu hanya milik Allah. Manusia tidak pernah tercipta untuk itu, kita hanya berkewajiban melakukan yang terbaik semampunya.

Gunakan Cermin, Jangan Teropong

Abu Hurairah pernah bertutur dalam sebuah hadits: “Salah seorang di antara kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (Adabul Mufrad Nomor 592, Shahih)

Hadits tersebut menyatakan bahwa ada segelintir orang yang kerap terpaku pada kesalahan orang lain, tanpa menyadari bahwa dirinya pun tidak luput dari kesalahan. Becerminlah akan kekurangan diri, jangan terus menerus meneropong kekurangan pasangan.

Semua Punya Salah dan Aib

Semua orang, baik kita maupun pasangan pasti punya salah dan aib. Al-Qur’an bahkan memerintahkan untuk menjadi “pakaian” bagi suami atau istri, artinya kita harus saling menutupi kekurangan.

Mustahil kita akan menemukan pasangan yang tanpa cacat. Jika terus mengharapkannya, niscaya kesendirian akan menanti. Seperti penuturan Fudhail bin Iyadh dalam sebuah hadits berikut ini.

“Barang siapa yang mencari teman yang tidak memiliki aib, sungguh ia akan hidup sendiri tanpa teman.”

Ubah Paradigma

Kekecewaan terhadap pasangan biasanya timbul setelah kita cukup lama mengarungi bahtera rumah tangga. Berbanding terbalik dengan masa-masa bulan madu yang indah, usia pernikahan yang relatif telah lama sepertinya hanya menawarkan kepahitan realita.

Saat rasa kecewa itu datang, cobalah ubah paradigma kita. Yang tadinya pasangan tak sesuai ekspektasi itu sebuah kemalangan, menjadi ujian kapasitas cinta.

Yakini Ada Solusi

Kita pasti senang akan keharmonisan sepasang suami istri yang tampak selalu saling mengasihi. Namun, harus kita ingat tidak ada rumah tangga yang tak memiliki konflik.

Jika kita mau melihat lebih dekat, hubungan harmonis itu bukan berarti bebas dari permasalahan. Namun, masing-masing dari mereka telah menemukan cara terbaik untuk menyelesaikannya dan menyepakati solusi.

Kekecewaan Adalah Guru

Allah tidak akan mendatangkan kekecewaan kecuali ada sesuatu yang hendak Dia tunjukkan pada kita. Kekecewaan demi kekecewaan akan membuat kebahagiaan terasa lebih bermakna.

Kekecewaan bisa menjadi guru yang menjadikan kita lebih mampu untuk mengendalikan ego. Selain itu, kita pun akan mampu menata masa depan dengan lebih matang.

Ubah Perspektif

Segala sesuatu itu tergantung bagaimana cara kita memandang. Jika kita sudah berusaha memperbaiki, tetapi tidak ada yang berubah dari pasangan. Dia tetap menyebalkan dan terus menerus membuat kita kecewa, mungkin sudah saatnya kita mengubah perspektif.

Cobalah untuk memandang masalah ini dari sisi yang berbeda. Kita bisa mengubah perspektif tentang rasa kecewa itu sebagai jeda di antara panjangnya gelora cinta. Gelora yang kita harapkan akan selalu ada sampai maut memisahkan.

Penutup “Pasangan Tak Sesuai Ekspektasi”

Semua tahu saat kita menggantungkan harapan pada sesama manusia, hanya kekecewaan yang akan didapatkan. Namun, namanya juga manusia, sepertinya kurang afdol kalau belum merasakan segala sesuatunya secara langsung.

Begitu pula terhadap pasangan, saat melangkah ke jenjang pernikahan kita merasa akan dibahagiakan, bukan saling membahagiakan. Kalau sudah seperti itu, tiada kata lain selain kecewa.

Selain itu, berikut beberapa faktor penyebab kekecewaan terhadap pasangan: ekspektasi yang berlebihan, terlalu sering membandingkan, bayangan masa lalu, kerelaan yang tidak total, dan sensitivitas yang berlebihan.

Akan tetapi, seperti halnya penyakit yang selalu ada obatnya, perkara ini pun memiliki penawarnya. Ustadz Deris menyampaikan kiat-kiat mengatasi kekecewaan pada pasangan.

Kiat-kiat tersebut di antaranya: rida atas takdir, berpikir positif, gunakan cermin jangan teropong, semua punya salah dan aib, ubah paradigma, yakini ada solusi, kekecewaan adalah guru, dan ubah perspektif.

Pada akhirnya, kita hanya bisa berusaha dan berdoa. Kata kuncinya, teruslah memperbaiki diri dan memuliakan pasangan. Jika sampai pada titik henti yang tidak bisa diintervensi, Allah akan memberikan jalan yang terbaik. Itu pasti. Jalani, hadapi dengan penuh kesabaran dan kesyukuran. (Ustadz Dr. Daris Tamin, M. Pd)

Alhamdulillah meski tidak menyimak kajian tentang pasangan tak sesuai ekspektasi ini hingga usai, saya tetap mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang melimpah. Bahkan bisa berbagi dengan kalian, Playmates. Semoga bermanfaat, ya.

31 pemikiran pada “Pasangan Tak Sesuai Ekspektasi Bukan untuk Diratapi”

  1. Paling sering terjadi di masa sekarang nih, pasangan tak sesuai ekspektasi, apalagi dengan beredarnya opini bahwa menikahlah dengan pasangan yang tepat.
    Jadinya, pasangan ada kekurangan dikit, langsung kecewa.
    Padahal, bisa jadi, kekurangan kita nggak dikit 😀

    Balas
  2. Memang kadang ada rasa ekspetasi terlalu berlebihan atau tidak sesuai keinginan mengakibatkan kecewa pada pasangan, padahal tidak seharusnya kita berekspektasi berlebihan ya.

    Jangan juga membandingkan dengan orang lain.

    Balas
  3. Iya, memahami pasangan tuh sepanjang hidup. Sebab mereka adalah manusia yang bisa saja berubah sama seperti kita. Kalau mau saling bicara, saling menengok ke diri sendiri insya allah nggak akan ada masalah yang krusial

    Balas
  4. Memang kadang kita terlalu fokus dengan kekurangan orang lain, termasuk pasangan, alih-alih berusaha untuk memperbaiki diri sendiri juga. Padahal betul Mbak, pasangan pun punya ekspektasinya sendiri terhadap kita. Semoga kita semua bisa terus lulus dan ikhlas melewati segala bentuk ujian kehidupan ya.

    Balas
  5. Sebaik-baiknya memang tidak berharap pada manusia.
    Senang sekali bisa membaca resume kajiannya, ka.
    Jadi perbanyak introspeksi sebagai pasangan, sering berkomunikasi dan bertukar pandangan mengenai banyak hal, agar meminimalisir keretakan yang gak semestinya.

    Memang pernikahan itu sebuah anugerah terindah yang mesti kita jaga dengan doa dan ikhtiar terbaik agar dijauhkan dari celah godaan syeitan.

    Balas
  6. Saya dulu merasa kenal banget sama suami, karena sebelum nikah kami temenan selama 3 tahun. Temenannya yang satu circle gitu lho, sering main bareng dan sebagainya. Tapi setelah menikah, lho lho lho.. ternyata banyak yang saya belum tau tentang dia. Awalnya saya merasa, kok gini, nggak sesuai ekspektasi, tapi lama-lama yasudah selama hal-hal yang nggak sesuai ekspektasi itu masih bisa saya tolerir dan nggak toksik, jalani aja dengan legowo. Sama-sama berproses juga sih, mungkin ternyata saya juga nggak sesuai ekspektasi dia. Hahaha..

    Balas
  7. Ekapektasi tinggi kepada pasangan seringkali justru menjerumuskan diri sendiri ke jurang kesedihan sih kak menurutku. Jadi kalau sudah komitmen, ya harus ridho menerima semuanya. Kecewa itu boleh tapi tidak boleh berlarut-larut yang menyebabkan hubungan pasangan menjadi tidak baik.

    Balas
  8. Waaaww, terima kasih untuk pengingatnyaa. Sering ikut kajian memang membuat kita selalu waras dan mindful, bahwa ada banyak hal di dunia ini yang nggak bisa kita kontrol.

    Termasuk pasangan, bagaimana pun dia adalah individu yang berbeda yang tidak bisa kita nilai di satu fase saja. Sama halnya kita sendiri pun mungkin terasa berubah bagi pasangan…

    Balas
  9. Menarik sekali di sekolah ada kajian untuk orangtua yang membahas tentang ekspektasi terhadap pasangan. Keharmonisan hubungan antara kedua orangtua sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak-anaknya.

    Balas
    • Keren ya mbak sekolahnya. Orang tua juga jadi banyak belajar. Penting banget memang hubungan kita sama pasangan karena anak juga akan melihat bagaimana orang tuanya berinteraksi. Keluarga harmonis akan melahirkan generasi emas yang tumbuh dengan baik.

      Balas
  10. Menikah itu menyatukan 2 pribadi yang berbeda. Kita harus bisa menyesuaikan diri dan menyatukan perbedaan itu agar bisa sejalan. Salah satunya mungkin dengan bersikap menerima kekurangan pasangan kita, dan berusaha memperbaiki kekurangan diru kita sendiri.

    Balas
  11. Ekspetasi tuh bisa menghancurkan kebahagiaan. Makanya aku udah nggak mau berkespektasi terlalu tinggi sama suami dan anak. Menjalaninya dengan rasa syukur Insya Allah banyak membawa kebahagiaan buat keluarga.

    Pasangan juga manusia biasa walaupun bikin jengkel dan menyebalkan haha tapi orang yang paling mengerti kita ❤️ udah tahu luar dalamnya kita, jadi ya terima aja, hehe.

    Balas
  12. terima kasih mba untuk pengingatnya, saya termasuk orang yang kalau cari pasangan itu punya kriteria tertentu, selama itu terpenuhi, sisanya saya biasanya legowo menerima semua kekurangannya, selama itu tidak fatal. Meskipun dalam prosesnya kadang ada kesal namun alhamdulillah tidak pernah merasa menyesal, karena selama yang kriteria krusialnya terpenuhi. Lainnya kita berpikir saja setiap manusia punya kekurangan dan anggap itu saling melengkapi

    Balas
  13. Saya tuh kadang mikir.. pasangan emmang ada kekurangannya tapi kalo mikir pasangan orang lain mungkin kekurangannya lebih banyak yang belum tentu bisa saya imbangi.. kuncinya emmang tetap bersyukur dan ridho..

    Balas
  14. Kegiatan kajian yang bagus banget sih ini menurut ku, aku peribadi kadang pernah mikir demikian juga loh, baik dari aku atau sudut pandang suami. Takutnya aku yg tak sesuai ekspetasinya huhu. Tapi balik ke diri masing-masing yaahh, tetap positif dan selalu bersyukur.

    Balas
  15. Seorang Syaikh pernah ditanya tentang kunci agar rumah tangga harmonis. Jawaban beliau adalah TAGHOFUL, artinya kira-kira jangan ngurusi hal-hal remeh, sama pasangan tuh ya mudah memaafkan, jangan sedikit-sedikit urusan dijadikan masalah. Kalo kayak gitu alamat gampang buyar, seperti hal-hal yang sudah mbak paparkan kayak membandingkan gitu

    Balas
  16. Ekspektasi pada pasangan secara berlebihan akan banyak menimbulkan masalah saat apa yang dibayangkan tidak sesuai dengan kenyataan yang dijalani. Apalagi kalau sampai memaksakan pasangan menjadi yang diimpikan

    Balas
  17. Duuuh, pasangan tak sesuai ekspektasi, aku bacanya agak2 gimana gitu wkwkwkw
    Makanya yaa tujuan menikah itu harus dilurusin dan bener2 dibahas dengan pasangan dgn sejujur2nya, wlpn skrg yaa git dehhh.

    Balas
  18. Mbaaak…bener ya angin Korea itu emang beda sehingga membuat visual orangnya juga beda, mungkin pengaruh krim Korea dan teknologi kecantikan juga wkwk. Nah aku setuju banget kalau bicara pasangan yang sesuai ekspektasi itu lebih kepada man to man in the real life, bukan sama idol. kalau idol sebatas fans aja ya. Tapi yang paling penting kunci utama dalam mendapatkan pasangan yang sesuai ekspektasi adalah banyak bersyukur.

    Balas
  19. menyatukan dua sifat, katrakter, bahkan keluarga itu memang tidak mudah ya, bahkan membutuhkan waktu yang tidak sebentar bisa sampai bertahun-tahun. penerimaan memang obat paling baik

    Balas

Tinggalkan komentar