Arai adalah social butterfly yang punya 60 cara untuk membuat orang lain tertarik padanya.
Kening saya berkerut saat membaca sepenggal kalimat dari salah satu novel fenomenal karya Andrea Hirata. Frase social butterfly yang belakangan begitu lekat dengan salah satu member BTS, ternyata telah muncul terlebih dahulu di salah satu novel favoritku. Saya tidak ingat detail tersebut, yang saya ingat hanya kesimpulan novel Sang Pemimpi.
Sebenarnya bukan hal yang mengherankan jika alur lengkap dari novel tersebut tidak saya ingat dengan sempurna. Saya membacanya ketika masih kuliah dan itu sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Banyak hal yang bisa waktu pudarkan dari ingatan, bukan?
Terlebih Sang Pemimpi yang saya baca kini merupakan original story, agak berbeda dengan versi lama. Pihak penerbit kini merilisnya sebagaimana karya tersebut tercipta pada awal mulanya. Sejak cetakan ke-50 Laskar Pelangi, Sang Pemimpi hadir dalam formulasi baru, yakni gabungan Sang Pemimpi dan Edensor dari versi lama.
Hati terlonjak setiap membaca kalimat demi kalimat dari novel tersebut. Tak ketinggalan mata pun liar menangkapi setiap kata yang berderet, seakan tiada hari esok. Membaca kembali serial Laskar Pelangi berarti berwisata ke masa lalu dan menemukan gelora mimpi masa muda yang membara.
Selain sukses di wahana novel, Sang Pemimpi pun mengecap popularitas tinggi di versi filmnya. Kalian ingat film yang Mira Lesmana dan Riri Riza rilis pada tahun 2009 itu, Playmates? Sama seperti Laskar Pelangi, film ini pun menampilkan bintang baru dari Belitong.
Benang ingatan saya terpaut erat pada Sang Pemimpi karena film tersebut menampilkan Nazriel Irham alias Ariel Noah sebagai Arai dewasa. Meskipun hanya sebentar, kemunculan Ariel di film Sang Pemimpi mampu membetot perhatian khalayak ramai.
Bagi yang ingatannya mulai berkarat, saya spill kesimpulan novel Sang Pemimpi yang merupakan lanjutan dari Laskar Pelangi. Let’s check this out!
Identitas Novel Sang Pemimpi
- Judul : Sang Pemimpi
- Penulis : Andrea Hirata
- Tebal: 266 halaman; 20,5 cm
- Penerbit : Bentang Pustaka
- Cetakan Ke-48, September 2021
Apa yang Diceritakan Novel Sang Pemimpi?
Arai merupakan simpai keramat, orang terakhir yang hidup dari garis keturunannya. Ayah dan ibunya merupakan anak tunggal dan keduanya telah meninggal, begitu juga sang adik yang berpulang tepat di hari lahirnya.
Untungnya, sang ayah pernah bercerita bahwa dia memiliki saudara jauh yang tinggal di Kampung Ketumbi. Arai memberitahukan hal ini pada gurunya, lalu guru tersebut meneruskan informasi tersebut hingga sampai ke telinga sang keluarga jauh, yakni keluarga Ikal.
Ikal dan Ayah menjemput Arai di gubuknya di Pulau Tebu. Meskipun Ikal sendiri miskin, hatinya hancur melihat anak seumuran dirinya hidup seorang diri di tengah ladang tebu dalam keadaan serba kekurangan.
Di atas truk tebu yang mereka tumpangi, Ikal tak kuasa menahan getir yang menyiksa. Matanya terasa semakin panas kala melihat tawa Arai yang lepas. Air mata Ikal akhirnya luruh karena malah si Simpai Keramat yang membesarkan hatinya.
Sejak saat itu, Ikal dan Arai selalu bersama. Mereka bersekolah di SMP dan SMA yang sama. Meskipun jarang ada remaja di kampung Ketumbi yang mengenyam pendidikan menengah, Ayah mengizinkan mereka sekolah dengan harapan bisa mengubah kutukan. Ya, semua pemuda di sana terkutuk menjadi kuli tambang timah.
Arai merupakan anak yang cerdas. Dari SMP sampai SMA, dia konsisten menjadi murid terbaik. Di balik kecerdasannya itu, Arai pun usil dan selalu ingin tahu. Namun, yang paling istimewa, dia selalu rela berkorban untuk orang tersayang.
Arai bersedia memberikan apa pun yang dia miliki, bahkan baju yang melekat di tubuhnya. Sejak seluruh keluarganya meninggal, dia seperti kehilangan konsep kepemilikan.
Arai, Sang Pemimpi
“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” (Halaman 131)
Kata-kata di atas Arai lontarkan pada Ikal yang rangkingnya terlempar dari posisi 2 ke 205. Si Simpai Keramat memandangnya dengan tajam. Dengan rasa tidak suka yang tidak disembunyikan, dia lanjut mencecar Ikal dengan mengatakan bahwa orang miskin seperti mereka tidak punya apa-apa selain mimpi.
Terlebih, Ayah harus menempuh perjalanan panjang untuk sekadar mengambil rapor mereka. Arai tidak habis pikir mengapa Ikal malah mengecewakannya dengan nilai rapor yang terjun bebas.
Di pelupuk mata Ikal kembali terbayang Ayah yang mengenakan baju terbaik yang dia miliki, safari bersaku empat. Sambil menuntun sepeda reyot, dia mengusap peluh yang membasahi wajah dan badannya.
Penyesalan Ikal menggerakkan kakinya untuk melaju secepat mungkin. Dia menyusul Ayah yang telah kembali mengayuh sepeda bertolak pulang. Setelah berhasil menyusul, Ikal memboncengnya sampai ke rumah.
Setelah kejadian itu, Ikal memunguti puing mimpi-mimpinya yang berserakan. Dia bertekad untuk tidak mendahului nasib dan memulai semua dari awal lagi.
Arai mengajarinya untuk berani bermimpi di tengah segala kekurangan dan ketidakadilan. Mengeluh bukanlah solusi meski hati menjerit. Bumi yang dipijaknya kayak akan timah, tetapi para penduduk hidup dengan ekonomi sulit yang menghimpit.
Arai dan Ikal berhasil lulus SMA dengan gemilang. Mereka menumpang kapal ternak menuju Jakarta untuk mencari kerja dan berburu beasiswa luar negeri. Keduanya kemudian tinggal di sebuah kontrakan kumuh di pinggir rel kereta api.
Pekerjaan pertama mereka adalah salesman. Tas besar berisi perabotan rumah tangga tersampir di pundak. Arai dan Ikal tak memedulikan sepatu yang aus karena harus sepanjang hari berjalan menawarkan barang dagangan.
Di saat mereka sudah bisa beradaptasi dengan pekerjaan, kantornya malah tutup. Hari-hari berikutnya dipenuhi pencarian dan penolakan, baik dalam pekerjaan maupun beasiswa.
Puncaknya, Arai memutuskan untuk pergi ke Kalimantan tanpa berpamitan secara langsung. Ikal dan Arai tidak terpisahkan selama tujuh tahun. Setelah ini, Ikal harus memperjuangkan mimpinya seorang diri.
Kesimpulan Novel Sang Pemimpi
“Orang seperti kita tak punya apa-apa kecuali semangat dan mimpi-mimpi, dan kita akan bertempur habis-habisan demi mimpi-mimpi itu”. (Halaman 131)
Hampir semua novel Andrea Hirata memang berkisah tentang mimpi, tetapi untuk yang ini dari judulnya saja sudah tampak. Sang Pemimpi di sini adalah Arai, tetapi kisah tetap mengalir dengan PoV satu, yakni sudut pandang Ikal.
Kesimpulan novel Sang Pemimpi ini sungguh menggugah. Bagaimana tidak, dua anak daerah dari pulau terpencil yang tidak tampak di peta itu memperjuangkan mimpinya untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Tanpa menyandarkan mimpi pada siapa pun, kedua pemuda itu menuju ibu kota. Meski sempat tersasar ke Bogor, mereka tidak patah arang. Berjuang, berjuang, dan berjuang.
Bagian yang paling membuat saya sentimental adalah saat Arai meninggalkan Ikal. Meski niatnya baik, saya membayangkan posisi Ikal yang pastinya seketika merasa hidup sendiri di dunia ini.
Akan tetapi, kepahitan itu menjadikan madu yang mereka kecap di akhir kisah menjadi terasa semakin manis. Meski berliku, akhirnya mimpi mereka menemukan jalan untuk menjadi nyata.
Diksi dan gaya bercerita Andrea Hirata selalu membuat saya terkesima. Namun, tidak seperti di novel yang lain, di Sang Pemimpi ini saya cukup banyak menemukan typo. Hal ini cukup membuat saya terheran-heran.
Dengan selesainya membaca Sang Pemimpi ini berarti tuntas sudah saya “melahap” trilogi Laskar Pelangi original story. Meski urutannya kurang tepat karena saya membaca Buku Besar Peminum Kopi sebelum Sang Pemimpi, kisahnya tetap menarik untuk disimak.
Saya cukupkan sekian untuk kesimpulan novel Sang Pemimpi. Nantikan ulasan novel lainnya, ya, Playmates. Kalian punya request?
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.