Cerita Lebaran, Sebuah Tembang Rayuan agar Padu dalam Temu

Setiap tahun, cerita lebaran hadir membawa momen istimewa. Meskipun telah banyak yang berubah, banyak yang hilang, banyak yang datang, dan banyak yang pergi, lebaran tetap kita tunggu-tunggu.

Konon Idul Fitri yang semarak itu hanya ada di negara kita dan beberapa negeri jiran. Di negara mayoritas muslim lainnya, Idul Adha-lah yang lebih meriah. Secara makna, saya pun menyadari kisah Nabi Ibrahim yang mendasari hari raya tersebut memang banyak memiliki hikmah.

Jika kita coba renungkan, bukankah seharusnya kita bersedih di momen Idul Fitri karena bulan Ramadan yang agung telah berlalu. Namun, bagaimanapun Idul Fitri telah hadir memberikan kebahagiaan, terutama di masa-masa kita kecil dulu dan itu membekas hingga kini.

Kenangan masa kecil tentang lebaran masih menjadi salah satu bagian terbaik dari hidup banyak orang, begitu juga dengan kalian, kan, Playmates? Bagi saya, masa-masa akhir sekolah dasar dan awal-awal sekolah menengah pertama mempunyai cerita lebaran yang paling berkesan.

Cerita Lebaran

Momen terbaik lebaran di masa kecil saya memang telah usai. Selamanya itu akan hidup di sudut hati dan tak kan terganti. Kini tibalah giliran anak-anak menggoreskan kisah yang akan abadi dalam ingatan, tidak terkecuali segala hal tentang lebaran.

Oleh karena itu, kita sebagai orang tua harus menjadi support system bagi mereka agar banyak kenangan baik yang terekam. Kita memang memiliki pengalaman indah di tahun 90-an, tetapi itu bukan berarti kita bisa menghadirkan sepenuhnya suasana kala itu. Bagaimanapun sudah terlalu banyak hal yang terjadi dan berubah.

Anak-anak kita (generasi alpha) memang tidak bisa terlepas dari gawai, tetapi kita sebagai orang tua harus tegas dalam menentukan batasnya. Misalnya saat momen lebaran, kita usahakan untuk melibatkan mereka dan tidak membiarkannya asik sendiri di dunia maya di tengah keriuhan keluarga.

Kita harus bisa meyakinkan anak-anak bahwa cerita lebaran di masa kanak-kanak tidak akan terulang. Sayang sekali kalau momen seistimewa ini mereka lewatkan begitu saja.

Kumpul Keluarga

Kumpul keluarga di momen Idul Fitri

Setelah bekerja atau berkeluarga, banyak hal yang menuntut fokus dan perhatian, sehingga kita harus pintar dan bijak mengelola waktu. Yang tadinya bisa setiap hari bertemu orang tua, sekarang harus menyesuaikan dengan kondisi. Apalagi jika kita tinggal beda kota, pulau, bahkan negara dengan mereka.

Idul Fitri menjadi momen yang paling sering orang-orang Indonesia gunakan untuk mudik atau pulang kampung. Mayoritas dari kita mengusahakannya karena pada saat itu kemungkinan keluarga akan berkumpul dalam formasi lengkap.

Bagi yang sudah berkeluarga, biasanya terdapat rolling tiap tahunnya, tahun ini di keluarga suami dan tahun berikutnya di keluarga istri. Untungnya, saya dan suami berasal dari kota yang sama, jadi pada hari pertama Idul Fitri kedua keluarga besar sudah dikunjungi.

Kami biasanya melewatkan malam takbir Idul Fitri di rumah orang tua saya. Adik-adik yang dari Depok dan Bandung semua mudik. Keesokan harinya, kami menikmati sajian khas yakni gulai tulang super, ketupat, dan sambal goreng kentang.

Kemudian sekitar pukul 11.00, kami menuju kediaman keluarga suami. Ibu mertua sudah tidak ada, jadi biasanya kami berkumpul di rumah adiknya. Atmosfer kegembiraan menaungi kami sepanjang hari, terutama anak-anak yang panen THR.

Ziarah Kubur

Ziarah kubur, cerita lebaran yang tak pernah usang

Adanya perubahan pada suasana Ramadan dan lebaran pada tiap tahun, salah satunya adalah karena ada orang-orang tersayang yang absen pada momen tersebut. Ketiadaan mereka pada saat itu bisa jadi karena mereka tidak mudik atau telah berpulang untuk selamanya.

Sesedih-sedihnya karena saudara tidak balik kampung tentu tidak akan sesedih saat kita ditinggal meninggal. Kita tidak punya lagi kesempatan untuk memandang wajah mereka setidaknya lewat layar ponsel selayaknya pada saudara yang sekadar tidak berlebaran di kampung.

Pada saat kebahagiaan tumbuh subur dalam sanubari di momen itu, pasti tebersit kesedihan karena ada anggota keluarga yang tidak bisa turut serta. Oleh karena itu, pada siang hari atau sore hari di hari istimewa itu, kami bertolak ke tempat peristirahatan terakhir orang-orang terkasih.

Meskipun, ziarah kubur dan mendoakan orang yang telah mendahului kita tidak terbatas pada saat Idul Fitri saja. Namun, ada setitik asa untuk melibatkan mereka di hari paling istimewa tiap tahunnya.

Tempat pemakaman umum di kampung suami terletak di sebuah bukit kecil tidak jauh dari tempat kami tinggal. Hampir semua keluarga yang telah meninggal dimakamkan di sana, sehingga kami bisa menziarahi beberapa makam dalam sekali waktu.

Outdoor Grill

Outdoor grill, cerita lebaran favorit keluarga

Sore sampai malam, kami sekeluarga kembali berkumpul di rumah bibinya ayah anak-anak. Tentu kumpul-kumpul kurang afdal tanpa makan-makan. Setelah berdiskusi sebentar, kami memutuskan untuk menyantap grilled food.

Alasan paling utama pemilihan jenis makanan itu agar anak-anak lahap menyantapnya. Kakak, adik, dan sepupu suami rata-rata sudah punya dua anak dan hampir bisa kita jamin 100% tidak ada bocah cilik yang akan melakukan gerakan tutup mulut pada grilled food.

Outdoor grill ini adalah sebutan keren untuk babakaran di teras. Tadinya kami akan menggunakan kompor portable, tetapi karena orangnya cukup banyak, jadi kami mengangkut kompor biasa dengan dua tungku.

Ini merupakan keputusan tepat karena tiap ada makanan yang selesai di-grill langsung diserbu. Kalau hanya memakai kompor satu tungku pasti tidak akan kondusif.

Ayam yang telah kami marinasi ludes dalam waktu singkat. Bumbunya meresap mantap dan sausnya pun lengkap, ada cabai bawang, mayonaise, dan sambal tomat. Selain ayam, ada pula sosis, instant seafood, dan selada segar.

Kumpul Bocah

Kumpul bocah Gen Alpha, tahta tertinggi di keluarga

Gen Alpha telah menjadi pemeran utama di keluarga kami. Mereka adalah anak-anak dari para saudara atau sepupu, baik dari keluarga saya maupun suami. Tiap perkumpulan keluarga, mereka yang seringnya menerima spotlight.

Setelah kami selesai makan bersama, salat, dan ngobrol santai, kami mengumpulkan para bocah gen alpha itu. Sebagai pembuka keseruan, dua bocah bertanding permainan catur. Saya yang kurang mengerti cara mainnya, sangat takjub karena si cikal lancar dalam pertandingan itu.

Si cikal melawan sepupunya, seorang anak laki-laki. Kami sekeluarga mengelilinginya untuk memberikan semangat. Mereka masih kelas satu dan dua SD, tetapi bagi kami mereka grandmaster. Setelah beberapa saat, permainan berakhir seri karena tiap pemain sama-sama menyisakan pion raja.

Setelah itu, Bibi mengumpulkan semua bocah dan menyuruh mereka berbaris untuk praktik salat. Anak-anak bersemangat karena tahu mereka akan mendapatkan THR lagi. Semangat makin menggebu ketika Bibi meminta mereka membacakan salah satu surat Al-Quran secara bergiliran. Tiap anak yang telah setor hapalan mendapatkan lagi tambahan THR.

Malam kian kelam. Perut kenyang, jiwa pun tentram. Tak ada hati yang runyam karena tak ada dendam yang bersemayam. Kini rasa kesal tempo hari telah karam setelah seharian tadi saling mengucap maaf dari hati yang terdalam.

Penutup “Cerita Lebaran”

Makin dewasa, dunia kita makin sempit. Pengalaman memang bertambah, langkah pun makin jauh, tetapi ruang lingkup menjadi terbatas. Mayoritas terpaku pada keluarga inti dan lingkungan pekerjaan.

Momen Idul Fitri hadir tidak hanya sebagai perayaan setelah berpuasa satu bulan penuh, lebih jauh lagi, itu merupakan saat yang tepat untuk pulang. Pulang pada diri sendiri, orang tua, kenangan, keluarga besar, dan mimpi-mimpi yang sempat pergi.

Pada tiap takbir yang menggema, kita mendengar sebuah tembang rayuan. Rayuan untuk sejenak berhenti dari rutinitas dan berlari untuk memeluk temu yang telah berpadu dengan rindu.

Maka dari itu, tidak heran jika banyak dari kita yang merencanakan perjalanan mudik dari jauh-jauh hari. Kita menyiapkan bekal dan oleh-oleh terbaik, juga mengesampingkan lelah selama perjalanan. Semua demi satu kata, pulang.

Tiap lebaran punya cerita, tiap orang pun memiliki kisah yang berbeda. Sesederhana apa pun itu, selama ada rumah yang dituju untuk pulang, perayaan Idul Fitri akan tetap gemilang. Bagaimana dengan kalian, Playmates? Apa ada sesuatu yang baru dari cerita lebaran tahun ini? Share di sini, yuk!

Tinggalkan komentar