Novel Sirkus Pohon, Tuah Delima dalam Sebuah Lakon

Tahukah kalian perihal novel Sirkus Pohon, Playmates? Novel ini merupakan karya penulis asal Belitong, Andrea Hirata. Memang tidak sepopuler Laskar Pelangi, tetapi ceritanya tidak kalah seru, kok.

Sependek pengamatan saya, novel-novel Pak Cik itu meskipun tidak menceritakan Ikal, kisahnya tetap bergulir dari pulau Sumatra. Tepatnya di sebuah kampung di pulau tak tampak di peta yang bernama Ketumbi.

Melahap semua karya Andrea Hirata menjadikan saya serasa dekat dengan kehidupan orang Melayu. Padahal saya orang Sunda dan hampir tidak bersinggungan secara langsung dengan suku Melayu.

Ah, itulah salah satu alasan saya begitu mencintai buku. Dengan hanya duduk manis, bahkan rebahan, wawasan, pemahaman, dan pengetahuan bisa terus bertambah.

Apalagi film-film yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata digarap secara serius oleh para sineas terbaik. Sehingga, makin lengkaplah gambaran penokohan dan setting Melayu yang sebelumnya sudah ada dalam ruang imajinasi.

Perasaan akrab dengan karya Pak Cik menimbulkan percikan keinginan suatu saat nanti untuk menjejakkan kaki di Belitong. Meskipun sepertinya di sana panas, tetapi Museum Kata dan SD Muhammadiyah Gantong terus menggoda minta untuk dikunjungi.

Saya pun penasaran, sebanyak apa warung kopi di sana? Apa benar di sana menjadi pusat sosialisasi masyarakat Melayu?

Sebelum saya membayangkannya lebih jauh, lebih baik sekarang kita kembali membahas salah satu novel Andrea Hirata. Kalian sudah membaca novel Sirkus Pohon, Playmates?

Novel Sirkus Pohon

Novel ini merupakan novel ke-10 Andrea Hirata. Kabarnya Sirkus Pohon merupakan buku pertama dari sebuah trilogi. Namun, sampai kini saya belum mengetahui perihal cerita lanjutannya.

Akhir ceritanya memuaskan, tetapi memang masih memiliki peluang untuk sekuel, prekuel, atau semacamnya. Mari kita temui Hob, Badut Sirkus Keliling dan sekondan-sekondannya, Playmates.

Deskripsi Buku

Quote Andrea Hirata di novel Sirkus Pohon

  • Judul : Sirkus Pohon
  • Penulis : Andrea Hirata
  • Tebal: 410 Halaman; 20,5 cm
  • Penerbit : Bentang Pustaka
  • Cetakan Pertama, Agustus 2017

Sinopsis Novel Sirkus Pohon

Tersebutlah Hob, seorang pengangguran dan bujang lapuk. Sehari-hari dia numpang makan pada adik perempuannya yang garang.

Dia tinggal seatap dengan sang ayah dan keluarga “besar” sang adik. Keluarga itu terdiri dari Azizah (adik), Suruhudin (adik ipar), serta dua keponakannya, Pipit dan Yubi.

Suatu hari Hob kena usir sang adik karena dituding terlibat pencurian toa masjid. Kesialan ini terjadi karena lelaki lugu cenderung bodoh tersebut begitu akrab dengan Taripol, seorang maling kelas teri kambuhan.

Hob seperti tidak ada kapoknya berurusan dengan Taripol. Padahal karena erat berkawan dengannyalah, dia sampai drop out saat kelas 2 SMP. Dengan kata lain, pemuda itu hanya memiliki ijazah SD.

Keadaan Hob berbeda 180 derajat dengan ketiga kakak lelakinya yang telah mapan karena bekerja sebagai PNS dan pegawai Syahbandar. Namun, sang ayah tetap menyayanginya dan sabar menantikan kejutan menggembirakan perihal nasib anak lelakinya itu yang entah kapan akan datang.

Selama menggelandang, Hob mendapatkan suntikan semangat ekstra untuk mendapatkan pekerjaan tetap. Adalah Dinda, gadis penjaga toko kelontong yang telah mencuri hatinya.

Instalatur Listrik alias Suruhudin sang adik ipar memberikan Hob informasi ihwal sebuah lowongan pekerjaan. Tak dinyana, informasi tersebut mengantarkan Hob pada profesi yang dia sendiri baru ketahui sebagai hasratnya, yakni seorang badut sirkus keliling.

Babak Lain dari Kisah Hob

Di suatu Jumat yang murung, Tara dan Tegar mengantarkan ibu mereka ke pengadilan agama demi mengurus perceraian. Untuk menyembunyikan kesedihan dari sang ibu, Tara menuju ke perosotan di taman bermain pengadilan tersebut.

Tara lama mematung di sana karena terus-terusan kena serobot tiga anak laki-laki yang sudah terlebih dahulu main perosotan. Tegar geram melihat kejadian itu, lalu dengan gagah berani merentangkan kedua tangan untuk memberi kesempatan Tara meluncur. “Jangan takut, aku menjagamu”.

Meskipun, akhirnya Tara tetap tidak meluncur dan Tegar jatuh didorong tiga berandal kecil itu, kejadian beberapa menit itu terpatri abadi dalam kenangan keduanya. Setelah itu, mereka tak henti saling mencari.

Tara memiliki bakat seni yang hebat. Dengan mengandalkan ingatan, dia melukis sang Pembela dan berusaha mencocokan lukisan itu dengan ribuan anak lelaki yang dia lihat. Sedangkan Tegar mengandalkan kenangan yang tersisa pada indra penciumannya. Dia mendefinisikan wangi yang melekat pada si Layang-layang sebagai aroma vanili.

Selama 10 tahun, mereka tak lelah mengais-ngais kenangan yang makin lama makin samar. Semenjak SD hingga lulus SMA, gelora cinta pertama itu tak henti membara.

Dari perceraiannya, ibu Tegar mendapatkan peninggalan sebuah bengkel sepeda. Sedangkan Ibu Tara memperoleh usaha sirkus keliling. Di sirkus keliling inilah, Hob bahagia menjadi seorang badut.

Tuah Delima di Kampung Hob

Quote karya Andrea Hirata di Sirkus Pohon

Pemilihan kepala desa tiba, Kampung Ketumbi jadi ramai akan kampanye. Mulai dari jalan, pasar, hingga warung kopi. pembicaraan perihal persaingan para kontestan pun mendominasi bahan obrolan.

Dari cuitan warga yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kevalidannya, tersebarlah kabar bahwa ada sebatang pohon delima keramat. Konon, pohon tersebut memiliki tuah yang bisa membuat seseorang genap hajatnya.

Tak ayal, pohon tersebut menjadi rebutan para calon kepala daerah. Bahkan, pohon tersebut berpindah tempat dan diarak menuju kediaman orang yang menyewa jasanya.

Para warga pun antre untuk mendapatkan giliran memeluk dan berpotret dengan pohon delima itu. Jangan heran, ada Taripol di sana yang bertugas menarik karcis. Karena di mana ada peluang, ada dia di sana dengan segala akal bulusnya.

Pamor pohon tersebut makin meningkat karena entah karena ketidaksengajaan atau sugesti, delima itu mampu mengabulkan harapan orang-orang kampung. Meskipun, ada yang gagal pula, hal itu tidak mengurangi kepercayaan masyarakat yang telanjur terbentuk.

Kisah tentang pohon Delima inilah yang menjadi ilham untuk penampilan Sirkus Keliling Blasia milik Tara dan ibunya. Dan, ide itu datang dari Hob, si pemilik pohon tersebut.

Review Sirkus Pohon

Di antara semua karya Andrea Hirata yang sudah saya baca, Sirkus Pohon ini menurut saya paling seru. Bukannya yang lain tidak seru, tatapi yang ini tidak terlalu kentara kisah sedih dan mirisnya macam hidup Ikal dan Arai.

Meskipun, tetap berkutat pada masyarakat udik dan miskin, Pohon Sirkus terasa kental humornya. Apalagi point of view Hob sebagai orang yang punya pikiran lugu dan kerap berbicara pada pohon dan binatang itu.

Buku ini terdiri dari enam babak, setiap babak terdiri dari banyak bab. Masing-masing bab rata-rata berisi dua sampai tiga halaman. Jadi bacanya bisa cepat.

Akan tetapi, Andrea Hirata menyarankan untuk membacanya dengan cermat. Bahkan, kalau bisa dua kali baca. Satu kali untuk menikmati alur, satu kali lagi untuk menyimak gaya bercerita.

Berdasarkan pengalaman membaca karya-karya Pak Cik, novel ini lebih banyak dialognya jika dibanding karya lain yang padat narasi. Dengan banyak dialog, humor yang disajikan menjadi lebih terasa jenakanya.

Lebih lanjut, katanya Pohon Sirkus ini buku pertama dari sebuah trilogi. Namun, sejak rilisnya novel tersebut pada tahun 2017, saya belum mendengar kabar berita perihal kelanjutannya. Hanya saja ada selentingan kabar yang menyebutkan Ikal akan muncul kemudian.

Penutup “Novel Sirkus Pohon”

Sebenarnya, ini kali kedua saya membaca novel Sirkus Pohon, tetapi bagian yang saya ingat hanya perihal sebatang pohon delima yang diperebutkan para calon pemimpin daerah.

Selain itu, saya tidak mempunyai bayangan apa pun. Sehingga, saat beberapa hari ini membacanya kembali, saya hampir seperti membaca untuk pertama kalinya.

Hal ini makin menyadarkan saya pentingnya untuk menulis ulasan buku yang telah dibaca. Sehingga, jikalau lupa, ada catatan yang bisa mengingatkan.

Sejauh ini, novel Sirkus Pohon merupakan karya Andrea Hirata yang paling saya suka. Saya sangat tidak sabar menantikan kelanjutannya. Bagaimana dengan kalian, Playmates? Judul mana yang menjadi favorit?

8 pemikiran pada “Novel Sirkus Pohon, Tuah Delima dalam Sebuah Lakon”

  1. Aku juga selalu suka karyanya Andrea Hirata apalagi kalau di bikin film, benar-benar serius. Aku belum baca pohon sirkus, tapi menarik yaa sama pohon delima yang jadi rebutan. Kayanya ini humornya dapet, sedihnya juga namun tidak terlalu terlihat. Kaya unik banget novelnya, di Ipusnas ada nggak ya, hihi cuss langsung pinjam.

    Balas
  2. Ah, Andrea Hirata selalu membuatku mewek karena mengenang almarhum Ayah. Terkadang kenangan membuat kita tidak ingin memiliki atau bahkan membaca buku yang berkaitan dengannya. Btw, Sirkus Pohon ini sudah lama nangkring di TBR. Belum sempat baca karena tertampat kenangan.

    Balas
  3. Pengalamanku membaca novel fiksi belum sampai ke karya Andrea Hirata haha. Mentoknya di Tere Liye. Karena buku fiksi aku cuma itu doank, lainnya nggak ada. Ini novel yang bagus untuk dijadikan teman rebahan berikutnya deh wkwk..ku masukin list TBR aku deh haha..

    Balas
  4. Jadi ingat pas baca Laskar Pelanginya Andrea Hirata. Beliau memang kuat dalam mendeskripsikan segala sesuatu tentang Melayu yang dalam hal ini diwakili oleh Belitong.

    Saya sepakat dengan Teh Mon, dengan membaca buku Andrea Hirata, kita menjadi serasa dekat sekali dengan melayu, bahkan dari pengalaman pribadi, bukan lagi merasa dekat, tapi serasa langsung ada di setting melayu yang digambarkan dalam setiap diksi di novelnya. Keren abis memang

    Balas
  5. Aku suka semua karya Andrea Hirata, Mbak. Dulu saking sukanya selalu mengejar ke mana pun dia jadi pembicara. Berasa termotivasi banget kalau dengar dia ngomong.
    Selain Laskar Pelangi, suka Bu Guru Aini, Sirkus Pohon ini juga membetot perhatian banget.

    Balas

Tinggalkan komentar