Kalian penyuka sejarah, Playmates? Masa lalu memberikan kita banyak pelajaran dan hikmah. Oleh karena itu, belajar sejarah berarti belajar ke arah yang lebih baik. Bagi yang tidak terlalu suka membaca buku pelajaran sejarah, ada cara asik untuk mempelajarinya, yakni lewat novel. Salah satunya novel sejarah Laut Bercerita.
Kita memang tidak boleh tinggal di masa lampau, tetapi bukan berarti sama sekali tidak menolehnya. Justru kesalahan kala itu bisa menjadi pedoman agar kita tidak melakukan hal yang sama.
Selain itu, masa lalu pun bisa menjadi motivasi. Betapa banyak orang-orang zaman dahulu yang brilian. Mereka menjadi hebat di tengah segala keterbatasan, misalnya teknologi yang masih sangat sederhana.
Saya pribadi sangat menyukai sejarah. Buku pelajaran sejarah pun menarik di mata saya, apalagi novel sejarah, seperti karya-karya Dan Brown yang memadukan fakta dan fiksi.
Saat ini pun saya sedang membaca novel Ghazi, sebuah cerita dari Ustaz Felix Siauw tentang Sultan Al Fatih, sang penakluk Konstantinopel. Selain buku, saya pun kerap menyimak pemaparan beliau tentang sejarah Islam di saluran Youtube-nya.
Novel Sejarah Laut Bercerita
Pada tahun 1998, kalian umur berapa, Playmates? Kalau saya kala itu masih sepuluh tahunan. Saya memang terlalu kecil untuk memahami segala gejolak politik di tahun ini. Namun, dari masifnya berita di media, saya tahu Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Pada tahun tersebut, Presiden kedua RI lengser setelah 32 tahun berkuasa. Mahasiswa mempunyai peranan penting dalam peristiwa tersebut. Amien Rais disebut-sebut sebagai penggeraknya. Selain itu, kabar hilangnya beberapa mahasiswa juga menggemparkan negeri ini. Bahkan, sebagian dari mereka tidak diketahui rimbanya hingga kini.
Setelah puluhan tahun berlalu pun tragedi itu tetap menjadi misteri. Memang ada seorang jenderal yang konon bertanggung jawab akan penyiksaan para aktivis, tetapi kasus tersebut belum terungkap sepenuhnya.
Beberapa tahun ke belakang, muncullah sebuah novel yang mengangkat tema tersebut. Tentu saja, kehadirannya menarik perhatian masyarakat, sehingga buku tersebut mengalami cetak ulang puluhan kali.
Novel ini, sang penulis kerjakan melalui riset mendalam. Semuanya tampak nyata, tetapi tetap menarik untuk dibaca. Bagi kalian yang tidak suka membaca buku pelajaran sejarah, bisa menjadikan novel sejarah Laut Bercerita sebagai jalan pintas untuk mengetahui sejarah tanpa merasa suntuk.
Deskripsi Buku
- Judul : Laut Bercerita
- Penulis : Leila S. Chudori
- Tebal: 394 Halaman
- Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
- Cetakan Keenampuluh, 2023
Sinopsis
Kembali ke tahun 1990-2000-an saat semua masih belum sebebas sekarang. Tak ada tempat untuk berpendapat dan tak ada ruang untuk berjuang. Namun, itu bukan halangan bagi sekelompok mahasiswa untuk bergerak dan bersuara.
Tersebutlah Winatra dan Wirasena yang menjadi wadah bagi mereka untuk menuangkan aspirasi. Meskipun perkumpulan-perkumpulan itu cenderung bersifat tertutup dan rahasia, keberadaannya kian hari kian terasa.
Di saat itulah para penguasa mulai gerah. Mereka murka buku-buku terlarang itu tetap menjadi bacaan mahasiswa. Mereka pun geram pada kelakuan “bocah-bocah” itu yang ikut campur dan memprovokasi para petani.
Dengan bengis, mereka menculik 22 aktivis. Bahkan hingga kini tidak semua dari mereka yang bisa kembali pulang kepada keluarga tersayang. Salah satunya hanya bisa bercerita dari dalamnya lautan.
Sudut Pandang Biru Laut
Biru laut merupakan seorang mahasiswa Jurusan Sastra Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada. Ayahnya seorang wartawan, sehingga tidak heran jika Laut pun memiliki kemampuan menulis yang baik. Dia banyak mengirimkan tulisan ke media. Bahkan selama masa perburuan pun, Laut tetap melakukannya.
Awal perburuan itu bermula ketika dia bersinggungan dengan kelompok senyap Winatra dan Wirasena. Biru Laut dan rekan-rekannya kerap berkumpul di sebuah markas tersembunyi untuk berdiskusi perihal buku kiri terlarang, pergerakan membantu petani dan rakyat kecil, atau rencana demonstrasi.
Akan tetapi, sesenyap apa pun sebuah pergerakan pasti ada celah untuk terendus oleh penguasa. Rencana yang sudah tersusun rapi bersama petani jagung luluh lantah. Dari sinilah mulai timbul kecurigaan satu sama lain. Pasti ada pengkhianat di antara mereka.
Aksi Tanam Jagung Blangguan tidak sempat terealisasi. Para aktivis berpencar untuk menyiasati pengejaran aparat. Ada yang ke Pacet, ada pula yang ke Yogyakarta. Saat Laut, Bram, dan Alex masih di terminal Bungurasih, mereka tertangkap pasukan yang tampak seperti tentara.
Para tentara menginterogasi mereka bertiga. Tidak hanya itu, Laut dan kawan-kawan disiksa dan disekap. Setelah dua hari satu malam, mereka mengembalikan para mahasiswa ke terminal.
Dari sana, Laut aman sejenak. Bahkan, dia sempat memadu kasih dengan Anjani. Gadis itu berasal dari kelompok seniman yang juga memiliki visi yang sama dengan Wirasena dan Winatra. Sehingga mereka kerap bertemu dan berada dalam satu kegiatan yang sama.
Setelah itu, Laut dan kawan-kawan kembali diburu. Selama dua tahun, mereka singgah dari satu kota ke kota lain, bahkan mereka sempat melakukan pelarian ke luar Jawa.
Tanggal 13 Maret 1998, Laut, Daniel dan Alex menemui takdir pahit itu. Mereka tertangkap kemudian mengalami penyiksaan yang tidak manusiawi. Mulai dari disetrum, disiram air es, digantung secara terbalik, hingga penganiayaan brutal lainnya.
Di tempat rahasia itu, para mahasiswa secara bergiliran disiksa. Ada yang berhasil pulang, ada pula yang hingga kini masih hilang.
Sudut Pandang Asmara Jati
Asmara, adik perempuan Biru Laut memiliki ketertarikan yang berbeda dengan sang kakak. Kalau Laut memiliki passion di dunia sastra, Asmara lebih tertarik pada sains.
Keluarga kecil mereka terbilang harmonis. Tiap hari Minggu mereka memiliki semacam ritual di meja makan. Ibu menyiapkan tengkleng, sedangkan Ayah menata meja dan menyusun empat piring di atasnya.
Ritual itu tetap berlangsung meskipun Laut sudah tidak tinggal di rumah karena kuliah di Jogja. Bahkan, saat anak lelaki kebanggaan mereka hilang tanpa kabar, Ayah masih meletakkan empat piring di atas meja makan setiap Minggu.
Dua tahun berlalu setelah hilangnya Laut, Asmara masih berusaha menemukannya. Meskipun hati kecilnya berbisik bahwa sang kakak telah tiada, dia masih melacak jejaknya untuk sebuah kepastian.
Di antara orang-orang di sekelilingnya, Asmara merupakan sosok yang paling logis dan realistis, berbeda dengan orang tuanya dan keluarga dari rekan-rekan Laut yang juga hilang. Kebanyakan dari mereka belum berdamai dengan kenyataan dan mengganggap anak atau keponakan mereka masih hidup.
Asmara dan beberapa rekan membentuk sebuah lembaga khusus pencarian orang hilang. Kawan dekat Laut, Alex, juga kerap membantunya. Selain itu, Asmara dan Alex sudah saling tertarik dari dulu.
Lembaga mereka sempat menyelidiki penemuan tulang belulang di Kepulauan Seribu. Muncul asa tulang itu milik orang yang hilang dua tahun lalu. Namun, hingga kini itu masih menjadi misteri.
Ulasan Novel Sejarah Laut Bercerita
Pencinta sejarah akan suka novel fenomenal ini, yang tidak suka menyimak sejarah dalam versi serius pun bisa menelisik sejarah dengan cara asyik. Meskipun buku ini bergenre historical fiction, banyak fakta yang tersaji melalui riset mendalam.
Penokohannya pun penulis ambil dari karakter nyata. Ada yang diambil dari satu tokoh nyata dan ada pula yang merupakan gabungan beberapa tokoh nyata sekaligus.
Saya takjub di antara tokoh-tokoh aktivis di dunia nyata tersebut ada yang kini merapat pada penguasa. Padahal notabene-nya, mereka berseberangan di masa lalu. Namun, demikianlah dinamika politik, tidak ada lawan ataupun kawan abadi.
Meskipun novel ini tidak seserius buku pelajaran sejarah, tetapi penyajiannya sama sekali tidak sederhana. Alur maju-mundur melimpahi keseluruhan cerita, sehingga bisa jadi membuat pembaca pemula sulit mencerna.
Yang mesti menjadi perhatian, novel sejarah Laut Bercerita ini mengandung beberapa adegan dewasa yang belum layak menjadi konsumsi remaja. Jadi, orang tua yang berniat mengenalkan sejarah pada anak sebaiknya mempertimbangkan hal ini.
Adegan tersebut tidak tercecer di mana-mana, hanya di bagian tertentu saja. Jadi, kalau kita misal menutup bagian itu dengan kertas, tidak akan membuat kita bingung dalam memahami alur cerita.
Penutup Novel Sejarah Laut Bercerita
Saya ketinggalan cukup jauh dalam mengikuti hype novel karya Leila S. Chudory ini. Bagaimana tidak, terbit di tahun 2017 dan saya baru membacanya di tahun 2023 saat sudah cetak ulang keenampuluh.
Pertama melihat covernya yang cerah ceria berwarna biru, saya pikir ini novel yang mengangkat isu lingkungan terkait laut. Ikan-ikan lucu dan menggemaskan makin menyakinkan saya bahwa tidak ada kebengisan di dalamnya. Namun, saya terkecoh, tak memperhatikan kaki terantai di bagian bawah sampul depan.
Setelah membaca Laut Bercerita, saya bisa lebih memahami peristiwa yang terjadi hampir 30 tahun lalu yang menimpa 22 aktivis. Sembilan dari mereka berhasil kembali, tetapi 13 rekannya masih tidak kita ketahui rimbanya hingga kini.
Saat kejadian itu berlangsung, saya masih sekolah dasar dan memandang para aktivis tersebut sebagai orang dewasa. Namun, kini setelah saya berumur di atas 30, mereka di mataku berubah menjadi sosok adik atau keponakan. Ya Tuhan, mereka begitu masih muda saat itu, tetapi sudah mengalami sesuatu yang menghancurkan mental.
Beberapa hari setelah menamatkan novel sejarah Laut Bercerita timbul perasaan kosong yang sukar terkatakan. Kalian sudah membaca buku ini, Playmates? Share di sini, yuk!