Bingkisan Hajatan, Tanda Mata Pengganti Jamuan Tamu Undangan

Tidak perlu membangun pernikahan bersama orang luar negeri atau luar kota untuk merasakan culture shock. Berpasangan dengan orang dari luar kecamatan pun menghadirkan cerita unik. Salah satunya perihal bingkisan hajatan.

Karena masih satu kota tentu perbedaan yang ada tidak sesignifikan jika kita menikah dengan warga negara asing. Namun, perbedaan itu, mau sesedikit apa pun pasti ada, karena pada dasarnya manusia merupakan individu yang berbeda satu sama lain.

Saya dan suami sama-sama berasal dari Kabupaten Garut, tetapi beda kecamatan. Jarak tempuhnya sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan. Secara umum kami berdua merupakan orang Sunda sama halnya dengan penduduk wilayah Pasundan lainnya.

Akan tetapi, ada sedikit perbedaan penyebutan sebuah kata. Misalnya untuk “gerimis”, saya menyebut “murubuy“, sedangkan suami melafalkannya dengan “murupuy“.

Selain itu, ada beberapa tradisi dari kampung suami yang tidak saya temukan di tempat tinggal orang tua. Yang paling melekat di benak adalah perihal kontrang dan bingkisan hajatan.

Bingkisan Hajatan

Konsep kontrang dan bingkisan hajatan itu hampir sama. Bedanya, kontrang identik dengan hajatan untuk sunat alias khitan. Kontrang biasanya berupa tempat makan dari anyaman yang berisi nasi, daging, bihun, dan kerupuk.

Makanan ini diberikan oleh anak yang dikhitan kepada teman-teman setelah mereka “nyecep”, yakni memberikan uang kepadanya. Porsi kontrang ini tidak terlalu besar karena disesuaikan dengan porsi makan anak.

Sedangkan bingkisan hajatan biasanya diberikan kepada tamu undangan yang tidak bisa menghadiri acara nikahan pada hari H. Jadi, mereka mengunjungi kediaman calon pengantin untuk “merekeun” dengan menyiapkan uang dalam amplop.

Sebagai pengganti jamuan, tuan rumah memberikan bingkisan hajatan yang biasa disebut “mulang”. Tradisi ini biasa kami lakukan sebelum resepsi pernikahan.

Tradisi Merekeun dan Mulang

Paket bingkisan sebagai "mulang" bagi para tamu undanganSaat masuk ke keluarga suami, saya berusaha untuk mengikuti kebiasaan mereka, salah satunya tradisi “merekeun” dan “mulang”. Jika menerima undangan, kami berduyun-duyun menuju kediaman calon mempelai. Biasanya tu di sore hari, satu atau dua hari sebelum hari H.

Kami mengucapkan selamat dan mendoakan acara berjalan lancar. Serta pernikahan tersebut ke depannya bisa menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Tuan rumah menyambut dan menyuguhi kami dengan berbagai penganan tradisional, seperti wajit, burayot, dan ciu.

Kunjungan itu tidak berlangsung lama. Saat hendak pulang, kami memberikan amplop, yang ada isinya tentu saja. Proses ini kami sebut “merekeun“. “Mere” sendiri dalam bahasa Sunda artinya “memberi”.

Tuan rumah menerima amplop tersebut, lalu memberikan kami bingkisan hajatan. Inilah yang disebut “mulang”. Meskipun sebenarnya dalam hati diniatkan memberi tanpa berharap kembali, tetapi ini merupakan tradisi yang merupakan pengejawantahan dari take and give.

Bagi para undangan yang telah mengunjungi kediaman calon mempelai sebelum hari H, biasanya tidak hadir pada resepsi pernikahan. Jadi, tamu saat resepsi kebanyakan kenalan dari jauh dan untuk para tetangga lebih memilih “merekeun”.

Di tempat orang tua saya, tidak ada tradisi ini. Tetangga pun hadir pada resepsi pernikahan dan jika tidak bisa jarang yang menyambangi kediaman calon mempelai sebelumnya. Perbedaan ini memberikan warna dalam kehidupan rumah tangga saya.

Isi Bingkisan Hajatan

Adik saya yang kedua akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat. Kali ini Mama menyiapkan bingkisan hajatan karena sang calon mempelai perempuan berasal dari luar kota, jaga-jaga banyak yang tidak bisa datang pada hari H, terutama keluarga suami saya.

Oleh karena itu, Mama menugaskan saya untuk pengadaan bingkisan hajatan, mengingat Mama kurang paham tradisi tersebut. Saya yang sudah sering mendapatkan bingkisan saat mendapat undangan dari kerabat suami, dinilai akan lebih mengetahui produk apa saja yang ada di dalamnya.

Bingkisan yang kita siapkan tentu tergantung kemampuan masing-masing. Namun, agar lebih afdal saya pun bertanya kepada adik ipar terkait hal tersebut.

Setelah berdiskusi dengannya akhirnya saya memutuskan untuk membuat bingkisan yang berisi:

  • Mie Instan

Biasanya terdiri dari tiga bungkus mi instan dengan berbagai rasa. Namun, untuk lebih praktis saya memilih mi cup.

  • Kecap

Saya memilih kecap berukuran kecil. Kecap merupakan barang yang harus selalu ada di dapur, jadi produk ini pasti bermanfaat. Sebagai alternatif, kita juga bisa memilih saos, baik cabai maupun tomat.

  • Minyak Goreng

Sebenarnya saya mencari minyak goreng kemasan botol kecil, tetapi saat saya berbelanja di pasar ukuran itu tidak ada. Jadi, saya memilih minyak goreng cup seukuran air mineral sekali minum.

  • Minuman Kemasan

Banyak jenis minuman kemasan yang bisa kita pilih. Karena saya suka teh, jadi saya memilih minuman teh dari merk terkenal ukuran 330ml. Selain itu, kalian bisa memilih minuman rasa buah atau lainnya sesuai selera.

  • Biskuit

Banyak pilihan penganan jenis ini dan saya memutuskan menambahkan Sandwich cokelat pada bingkisan hajatan. Saya pikir semua pasti suka rasa cokelat jadi nyari amannya saja.

Budget Murah Meriah

Budget bingkisan hajatan yang murah meriah

Saya dan suami bertolak ke Pasar Ciawitali Garut. Di sana kami mencari grosir agar bisa berbelanja dengan harga agak miring dan bisa mendapatkan barang yang kami cari cukup di satu tempat. Namun, ternyata kami harus ketiga tempat untuk membeli tote bag, produk bumbu, dan produk makanan.

Karena grosir, jadi rata-rata belanjaan tersedia dalam satuan lusin. Kami berencana membeli barang masing-masing dua lusin karena sepertinya tamu undangan yang akan menyambangi rumah orang tua tidak akan terlalu banyak.

Pertama kami mencari tote bag untuk wadah bingkisan hajatan. Tadinya saya mencari warna biru sesuai konsep pernikahan adik, tetapi yang tersedia hanya oranye. Kami membeli dua lusin tote bag seharga Rp. 34.000.

Selanjutnya kami menuju grosir jajanan. Kami membeli empat lusin mi cup karena tiap bingkisan mendapatkan dua pieces, dua lusin mi cup goreng seharga Rp. 80.000 sedangkan mi cup Dower seharga Rp. 128.000.

Di tempat yang sama, kami membeli dua lusin teh manis kemasan seharga Rp. 96.000 dan biskuit cokelat. Satu paket biskuit sandwich cokelat terdiri dari tujuh pieces, jadi kami membeli empat paket seharga Rp. 192.000.

Dari sana kami menuju grosir bumbu dapur untuk membeli minyak goreng dan kecap. Dua lusin minyak goreng seharga Rp. 110.400 dan dua lusin kecap seharga Rp. 184.800.

Jumlah belanjaan kami adalah Rp. 791.200 plus biaya transportasi Rp. 30.000 jadi Rp. 821.200. Tiga puluh ribu ini untuk biaya angkut menggunakan becak Rp. 15.000 dan ongkos pulang Rp. 15.000. Sedangkan berangkatnya kami jalan kaki sekalian olahraga pagi. Dari total semuanya, satu paket bingkisan hajatan adalah senilai Rp. 35.000.

Penutup “Bingkisan Hajatan”

Menikah tidak pernah hanya tentang dua orang, melainkan ia adalah penyambung dua keluarga. Meskipun berasal dari daerah yang sama, tetapi tetap saja pasti ada warna berbeda dari keduanya. Sehingga, di sini sangat dibutuhkan saling pengertian dan memahami.

Tradisi dari keluarga suami yang merupakan hal baru bagi saya adalah adanya bingkisan hajatan saat kita menggelar pesta pernikahan. Setelah sekian lama berbaur di keluarga suami dan turut serta dalam kebiasaan ini, tibalah kini kesempatan bagi saya untuk melakukan tradisi tersebut di keluarga saya.

Di pesta pernikahan adik nomor dua, salah satu tugas saya adalah menyiapkan bingkisan. Meskipun ini pertama kali, tetapi saya tidak kerepotan karena ada suami yang membantu.

Paket bingkisan yang saya siapkan sedikit karena memang diperkirakan tidak banyak yang akan menyambangi rumah sebelum hari H. Bagaimana dengan kalian, Playmates? Apakah sudah terbiasa dengan bingkisan hajatan ini?

13 pemikiran pada “Bingkisan Hajatan, Tanda Mata Pengganti Jamuan Tamu Undangan”

  1. Kalau di tempat saya teh, jadi kalau kita datang ke undangan sebelum hari H nanti dikasih jomet atau ompreng. Ompreng itu esek yang isinya nasi dan lauk pauk.

    Jika amplopnya banyak isinya biasanya suka dikasih tambahan lagi dengan kue² dan lainnya. Semakin besar jumlah nilai nominal di amplop semakin banyak ompreng dll nya. Istilahnya disebut mulangkeun.

    Naah kalau datang undangan pas hari H. Kita tidak dikasih ompreng hanya makan di tempat saja. Naah jika saat datang ke undangan pas hari H ini kita tertitipi amplop dari seseorang, maka ybs akan diberi ompreng dan dibawa sama yg dititipi amplop.

    Balas
  2. Bingkisan hajatan , kalau dikeluargaku ada Kak, biasanya untuk keluarga dekat baik yang datang saat hari H maupun sebelum hari H dan juga untuk pengiring temanten dari manten pria saat temu manten. Kalau undangan umum biasanya hanya dikasih sovenir saja, saat menghadiri resepsi

    Balas
  3. Tradisinya hampir sama Teh. Di Sukabumi juga seperti itu kondisinya kalau mau ada acara nikahan, hanya beda dipenamaan saja. Kalau di sini berkunjung sebelum hari H pernikahan disebut nyamungan
    Btw, jalau hujan gerimis di Sukabumi disebutnya muruhpuy.. mirip, ya dengan Garut yang Murupuy.. hehe

    Balas
  4. Di Jawa Tengah masih ada tradisi seperti ini, biasanya dilakukan sehari sebelum akad nikah baik itu di rumah calon mempelai wanita msupun pria. Bingkisan dslam bentuk makanan atau disebut bancakan yaitu nasi dan lauk pauk, khas bancakan.

    Balas
  5. Tradisi gini yang masih lekat itu didaerah suami, karena masih desa yang lembur pisan juga. Kalau di cimahi mungkin ada tapi selama hajatan itu ya paling kalau kita nitipin amplop/hadiah yang g datang baru dikasih besek gitu. Atau biasanya kalau ada yang nikahin anak cowoknya kita dikasih besok buat infoin kalau dia lagi hajat tapi ga bisa ngundang karena nikahnya cuma di tempat mantunya aja, jadi ya kita kasih amplop aja

    Balas
  6. Aku kurang paham ya ada tradisi begini, soalnya hidupku sedari kecil nggak kenal tradisi setempat haha…pas nikahan aku juga nggak pakai tradisi, jadi kami nggak mengenal adat begini. Alhamdulillah Indonesia kaya akan tradisi ya, jadi bisa mengenal dan meneruskan ke anak cucu.

    Balas
  7. Sunda itu unik banget. Aku juga mengalami culture shock waktu diajak pindah ke lingkungan suami. Sama-sama Sunda, tapi tradisinya beda. Ini beda kecamatan aja udah beda ya, hehe.

    Aku ada juga sih pengganti yang nggak datang, tapi nggak ada namanya atau aku yang nggak tahu ya, haha. Teh Monic effort banget, kalau di sini diganti sama menu makanan yang hajat aja, jadi udah ada bagian yang bungkusin. Ahhh pokoknya mah kalau ngomongin tradisi Sunda nggak ada habisnya, hahaha.

    Balas
  8. Meski bingkisan hajatannya dibanderol dengan budget affordable, tp isinya bisa dimanfaatkan semua dan memang dibutuhkan di kehidupan sehari-hari kayak minyak goreng, kecap dll. Senang sekali nemu tulisan ini, bisa jadi referensi bingkisan harga affordable tp isinya kepake gak ada yang kebuang sia-sia.

    Balas
  9. Sebenernya sama aja sih tradisi hajatan kaya di Jawa, cuma beda penyebutan aja. Sama ceritanya, yang punya hajatan mengundang, ntar kita ngasi amplop, trus pulangnya dibawain bingkisan hajatan.

    Balas
  10. Mareukeun dan mulang mirip tradisi di Aceh dengan istilah berbeda. Isi bingkisannya juga beda, tapi tata cara dan maksud serta tujuannya sama. Saat mareukeun kami menyebutnya gantung bungoeng bak pinto. Isi bingkisannya kebanyakan kue tradisional dan gula sertas biskuit. Dibungkus pakai kain kuning.

    Balas
  11. Ternyata mbak Monica orang Sunda yaa. Hehe. Orang tua ku juga dari Sunda Sukabumi, masalah tradisi merekeun dan mulang saat hajatan hampir mirip disini. Bedanya yang dipulangin (bingkisannya) dalam bentuk makanan Mateng, kalo disini disebutnya dapet besek.

    Balas
  12. di Jawa Timur khususnya tempatku ada namanya “mbecek” sebelum harri H. biasanya tamu membawa tas berisi sembako mie, beras, atau lainnya. Kalo zaman sekarang banyak yang pake uang. trus tuan rumah setelah beranjangsana, akan mengganti isi tasnya dengan makanan matang. biasanya isinya nasi, jangan tempe, jangan kentang, mie goreng, sayur buncis. Yang paling enak jaman dulu dibungkus daun jati jadi aromanya khas. Kami suka menyebutnya dengan “sego becekan”. Ngangeni memang.

    Tapi sekarang kalo di desa saya sudah hampir ga ada. Orang maunya praktis aja langsung acara resepsi. Kalo di desa banget masih ada.

    Kalo datang sebelum hari H untuk pamit karena pas hari H berhalangan, ibuku pernah bawa angpau nitip buat penganten gitu. Tapi ditolak angpaunya sama tuan rumah soalnya mereka ga becekan. Jadi ga papa ga datang tanpa kompensasi apa pun gitu kali maksudnya hehe

    Balas

Tinggalkan komentar