Bani Israil dalam Perspektif Islam

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Playmates. Salam sehat untuk semua, ya. Niche blog ini memang lifestyle, tetapi saya mengarahkannya ke book blog. Namun, rekan-rekan ternyata lebih noticed pada artikel-artikel sejarah Islam-nya. Ya, sudah, kita lanjut ngobrolin tentang Bani Israil saja. Sepertinya takdir blog ini memang mengarah kepada sesuatu yang berhubungan dengan agama.

Saya berkunjung ke kanal Youtube Helmi Yahya Bicara. Ternyata beliau menghadirkan kembali Ustadz Felix Siauw. Sebelumnya mereka berbincang perihal Al-Qur’an yang terbagi dalam tiga video, yakni belajar dari sejarah, belajar dari masa lalu, dan kesultanan Ottoman.

Bani ini berhubungan dengan beberapa pihak, jadi di awal Ustadz Felix menyatakan bahwa yang akan dibahas itu Bani Israil dalam perspektif Islam. Jadi ada kemungkinan bertentangan dengan pihak lain, tetapi hal tersebut tidak perlu kita jadikan bahan perselisihan. Lakum dinukum waliyaddin.

Bani Israil

Berbicara bani ini berarti berbicara negara Israel juga. Negara tersebut mengklaim sebagai pemilik asli tanah terjanji (baitul maqdis/syam/Palestina). Sehingga mereka merasa berhak mendiaminya dan berlaku di luar akal, nalar, kemanusiaan kepada warga Palestina.

Uniknya, ada kabar bahwa mereka bukan bani Israil tulen. Mengingat keengganan mereka untuk melakukan tes DNA. Justru penduduk Palestina yang dahulunya Yahudi-lah pewaris sesungguhnya. Wallahu a’lam.

Jauh sebelum itu bani Israil adalah keturunan dari Nabi Ya’kub yang memiliki nama lain Israil (kekasih Allah). Al-Qur’an pun banyak membahas perihal bani tersebut, sehingga tidak mungkin kita mengabaikannya.

Sebagai Saudara Tua

Bani Israil mayoritas beragama yahudi, sedangkan Yahudi dan Islam itu sama-sama agama samawi. Keduanya mengajarkan agama tauhid. Oleh karena itu, Islam menganggap Yahudi sebagai saudara tua yang lebih dahulu menerima ajaran dari Allah.

Meskipun kini kita lebih mengenal Yahudi sebagai warga Israel yang kejam. Namun, saat Islam masih berkuasa di Yerussalem, Islam dan Yahudi hidup berdampingan dengan damai. Hal ini bahkan sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab.

Pada saat serah terima Yerussalem dari Pendeta Safronius kepada Khalifah Umar pada tahun 135 M, pendeta itu meminta kepada sang khalifah untuk tidak mengizinkan Yahudi memasuki kota tersebut. Namun, Umar Bin Khattab menolaknya, beliau membela Yahudi.

Sejak itu Islam, Nasrani, dan Yahudi hidup damai di kota tersebut dalam waktu yang panjang. Sebelum akhirnya Kesultanan Ottoman jatuh dan Inggris menguasai Yerussalem, lalu mereka mengizinkan pendirian negara Yahudi.

Memiliki Kedudukan Mulia

Umat Islam mengenal 25 rasul dan di antaranya paling banyak berasal dari Bani Israil. Sehingga kita tidak mungkin secara serampangan mengutuk bani tersebut karena banyak manusia pilihan yang memiliki darah bani itu.

Islam sangat memuliakan mereka. Di Al-Qur’an pun bani tersebut mendapat banyak seruan dari Allah. Kita tidak boleh membenci keturunan atau agamanya, kita hanya tidak suka perilakunya.

Meski demikian Ustadz Felix menyebutkan ada yang namanya sifat kolektif suatu bangsa.
Kita sebenarnya tidak bisa men-generalisasi sesuatu, termasuk bangsa atau suku. Namun, karena mereka hidup turun temurun dalam budaya dan lingkungan yang sama, maka terbentuklah karakter yang mirip.

Memang tidak semua seperti itu, tetapi kebanyakan dari mereka mempunyai perilaku seragam. Contohnya, suku Jawa dan suku-suku di luar pulau Jawa, seperti Melayu, memiliki tradisi merantau yang kental. Sebaliknya, hal ini jarang kita temui dari suku Sunda. Inilah yang Ustadz maksud dengan karakter kolektif.

Karakter Kolektif Bani Israil

Bani Israil dalam Perspektif Islam

Secara umum, Allah memberikan keistimewaan kepada orang-orang Yahudi berupa kecerdasan. Seperti apa pun di dunia ini yang memiliki dua sisi mata uang, kepintaran pun bisa menguntungkan atau menjerumuskan pada kesombongan. Seperti halnya iblis yang mengetahui banyak hal, sehingga merasa lebih hebat dari Nabi Adam.

Selain itu Bani Israil tidak dapat dipercaya dan memiliki sifat hasad. Jangankan pada perjanjian gencatan senjata dengan Palestina, janji pada Allah saja mereka ingkari. Pada masa Nabi Musa saat perjalanan menuju Syam setelah lolos dari kejaran Fir’aun, mereka malah kembali pada kesesatan dengan membuat patung anak sapi.

Jauh sebelum itu, sifat dengki mereka dapat kita tengok dalam kisah Nabi Yusuf yang dibuang saudara-saudaranya ke sumur. Kebayang nggak, sih, kok tega membuang adik sendiri? Dalam kisah ini pun, kita melihat mereka tidak segan-segan membohongi ayah (Nabi Ya’qub) dengan mengatakan Yusuf telah diterkam hewan buas.

Jadi, tidak mengherankan jika sekarang mereka terus menerus melanggar berbagai perjanjian karena memang seperti itulah karakteristik mereka secara umum. Maka dari itu, Allah memperingatkan kita untuk senantiasa berhati-hati terhadap mereka.

Tentu tidak semuanya seperti itu, manusia yang berhati bersih pastinya bisa membedakan sesuatu yang benar dan salah. Tak peduli dari bangsa mana mereka berasal.

Penutup “Bani Israil dari Perspektif Islam”

Ustadz Felix Siauw kerap menyebutkan bahwa selain doa dan donasi, edukasi perihal Baitul Maqdis itu sangatlah penting. Kita pun harus aktif untuk mencari tahu sejarah sesungguhnya yang terjadi di sana.
Sehingga kita bisa melihat peristiwa besar ini secara utuh.

Seperti yang kita tahu banyak pihak yang menganggap bahwa kejadian bermula dari tanggal 7 Oktober 2023. Padahal Israel sudah menjajah Palestina selama 75 tahun.

Pengetahuan yang tidak lengkap itu bisa menyebabkan banyak orang terkecoh karena tidak menyimak dari awal. Apalagi jahatnya propaganda zionist yang menguasai media dunia semakin mengaburkan fakta sejarah.

Sebagai muslim, carilah sumber informasi tepercaya dari perspektif Islam. Saya kerap menyimak kajian Ustadz Felix Siauw untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan sejarah Islam. Salah satunya perihal Bani Israil ini. Kalau kalian biasanya menyimak kajian dari siapa, Playmates?

Tinggalkan komentar