Palung Sesal (Part 1)

PRAKATA

“Palung Sesal” ini merupakan cerpen pertama yang saya tulis. Namun, tidak seperti cerpen-cerpen berikutnya yang tergabung dalam sebuah buku antologi, cerpen ini selama hampir dua tahun hanya menghuni folder di ponsel. Bahkan saya hampir melupakan keberadaannya. ?

Ditulis sebagai syarat untuk kelulusan di Kelas Menulis Online (KMO) batch 23, cerpen ini terpaksa diganti dengan tulisan baru karena ceritanya terlalu panjang. Terus pernah diikutkan untuk event menulis, tetapi belum ada rezekinya untuk terbit. Bahkan setelah tergabung dengan sebuah project antologi dengan beberapa kawan penulis, cerpen ini belum juga terbit.

Di tahun 2020, saya cukup aktif mengikuti kelas menulis fiksi dan lomba cerpen. Tahun itu saya punya delapan buku antologi dan menulis dua buku solo, tetapi yang terbit baru satu.

Memasuki 2021, otak saya terasa mumet dan mampet. Perlahan saya mundur dari kegiatan menulis, tetapi masih menulis ulasan beberapa buku yang saya baca. Awalnya saya mereview di instagram, tetapi kemudian merambah ke blog.

Awal tahun 2022 ini saya membulatkan tekad untuk belajar menjadi seorang blogger. Akhir-akhir ini sering mereview skincare, tetapi sudah diniatkan untuk kembali mereview buku, serta kembali menulis cerpen. Dan, saat saya mulai menulis cerpen, saya teringat cerpen lama saya ini. So, this is it. Selamat membaca cerpen pertama saya. ?

PALUNG SESAL
Oleh: MONICA RASMONA

Raja kelana berjalan anggun, menitipkan kesejukan pada setiap tempat yang dilaluinya. Dedaunan menyambut dengan riuh dan riang, menari-nari ke sana kemari sambil mendendangkan lagu ceria. Bunga-bunga merekahkan kelopaknya hingga terlihat begitu indah, membagikan wanginya. Begitu menggoda, hingga kumbang-kumbang mendekat. Rerumputan pun sesekali mendendangkan nada-nada kebahagian, tidak terdengar, tetapi terasa.

Bagi Tiara, hari-hari terasa ringan. Senyum selalu terpancar dari wajahnya. Dia sangat menyenangkan sehingga orang betah berlama-lama di dekatnya. Meskipun dia yatim piatu, tetapi dia tetap semangat menjalani hidup. Memang tidak mudah, tapi dia tidak merasa khawatir, karena dia punya Rezky, sang kekasih.

Mereka berkenalan saat Rezky sedang KKN di desa Kembang tempat Tiara berada, saat itu Tiara masih kelas 2 SMA, sedangkan Rezky berusia 21 tahun. Rezky juga sudah seperti kakak bagi Tiara yang berstatus anak tunggal. Setelah selesai KKN, Rezky masih sering mengunjungi Tiara di desa. Keluarga Tiara pun merestui hubungan mereka karena Rezky memang sosok calon menantu idaman. Tampan, sopan, pintar, dan tahu cara menempatkan diri di depan orang yang lebih tua. Sehingga tidak heran, jika dia mampu mengambil hati orang tua Tiara dengan mudah.

Setelah lulus SMA, Tiara melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas Negeri di kota. Karena itulah dia tinggal di sebuah kamar kost-an asri dekat kampus, mengingat jarak kota dengan desanya cukup jauh. Dia hanya bisa pulang ke rumah orang tuanya sekali dalam sebulan. Meskipun hanya petani, tetapi orang tua Tiara bekerja giat dan rajin menabung, demi memberikan pendidikan yang terbaik untuk putri mereka, Tiara.

Tepat di tahun ketiga kuliahnya, Tiara ditinggal pergi kedua orangtuanya untuk selamanya. Hal itu membuat Tiara begitu terpuruk, tetapi keberadaan Rezky mampu mengembalikan keceriaan di hidupnya. Sebelum sang ayah berpulang, beliau sempat menitipkan amanah kepada Rezky untuk menjaga putrinya.

Pemuda bertanggung jawab dan gadis ceria itu kemudian bertunangan dan berencana akan menikah setelah Tiara lulus kuliah. Rezky tidak pernah melanggar janjinya pada orang tua sang kekasih, sekalipun kejadian menyedihkan dan mengecewakan kemudian terjadi.

***

Waktu terus berpacu tanpa menunggu, melenggang pergi tanpa permisi. Tak terasa kini Tiara telah di penghujung semester. Gadis itu telah menyelesaikan sidang dan akan diwisuda dua bulan lagi. Sedang Rezky semakin sibuk dengan pekerjaan, dia baru saja mendapatkan promosi menjadi General Manager di cabang baru perusahaan tempat dia bekerja. Dan, kantornya yang baru berada di luar kota, sehingga kini Tiara dan Rezky tidak bisa menghabiskan waktu bersama sesering sebelumnya.

“Mas, memang harus, ya, ke kantor di akhir pekan begini?” rengek Tiara pada Rezky.

“Ya harus dong. Kan masih banyak yang harus diselesaikan. Namanya juga kantor baru. Maaf, ya, Sayang.”

Seperti biasa Rezky menghadapi dengan sabar setiap rengekan Tiara.

“Tapi aku bosan. Revisi sidang udah kelar. Sekarang aku nggak ada kegiatan, mana wisuda masih lama. Aku ingin liburan, jalan-jalan, minimal nonton lah!” ujar Tiara kesal.

“Ya udah nonton aja sama Dinda, banyak film bagus lagi tayang loh,” ujar Rezky lembut.

“Ogah!” seru Tiara galak.

Rezky tersenyum gemas, “Kenapa?”

“Ogah lah, jadi nyamuk. Dinda pasti bawa pacar!” ujar Tiara yang terlihat semakin kesal.

“Maafkan aku, ya, Sayang. Beneran sekarang aku nggak bisa nemenin kamu. Aku janji deh, minggu depan kita jalan, ya,” ujar Rezky penuh rayu.

Janji hanyalah tautan kata. Tak ada yang bisa menjamin janji itu akan tertunaikan atau tidak. Akhir pekan itu dan beberapa akhir pekan berikutnya, Tiara hanya berdiam diri di kamar kost nya, sendiri dikepung rasa jenuh. Tak ada Rezky disisinya. Sang kekasih semakin sibuk dengan pekerjaan.

Puluhan panggilan tak terjawab tampak di layar ponsel Tiara, tetapi dia bergeming. Gadis berambut sebahu itu hanya memejamkan mata. Rasa kesal dan kecewa kian merajai, menuntunnya pada pikiran-pikiran liar tak berlogika. Dengan marah dia menonaktifkan ponsel, lalu keluar kamar sambil membanting pintu.

Tiara menyusuri jalan di sekitar kampus, berjalan kaki tanpa tujuan yang pasti. Rasa kesal belum menguap dari hati, wajahnya jauh dari kata berseri. Ramai orang berlalu-lalang ke sana-kemari, tidak ada yang dia kenali. Setelah lelah berjalan, dia memutuskan ke toko buku di sekitar sana. Gadis itu menghabiskan waktu satu jam untuk memilih buku. Sesaat dia lupa pada kegaduhan hatinya.

Dengan menenteng plastik yang berisi beberapa buku, Tiara melenggang keluar toko dengan gontai. Dia berjalan menuju kamar kost-nya. Saat sedang menapaki trotoar dengan lesu, dia mendengar seseorang memanggil namanya.

“Tiara?”

Bersambung

Palung Sesal (Part 2)