Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sehat untuk semua, ya, Playmates. Beberapa waktu yang lalu, seorang teman masa sekolah memperlihatkan saya sekitar enam buku, lalu dia meminta untuk memilih. Bukan hanya satu, tetapi dua buku. Salah satu pilihan saya jatuh pada novel The Dusty Sneakers.
Dari awal novel ini sudah membuka jati dirinya sebagai travel book. Selain dari judul, cover-nya pun sudah menunjukkan bahwa buku ini tentang dua kawan yang tinggal di dua negara yang berbeda. Ada dua gambar sepatu. Yang satu, sepatu dengan latar belakang Monas, sedang sepatu satu lagi ada di depan kincir angin. Sudah bisa menebak dua negara itu, kan?
Akan tetapi, saya terkejut ternyata buku ini tentang dua travel blogger yang bersahabat dan setiap babnya berbentuk artikel yang menceritakan perjalanan mereka. Yang istimewa, mereka tidak membahas rekomendasi tempat kuliner, rekomendasi hotel, atau rating makanannya.
Mereka lebih tertarik pada indahnya alam, obrolan hangat sesama pejalan, wajah-wajah kemanusiaan yang mereka temui, dan kekayaan sejarah dari tempat-tempat yang mereka singgahi. Meski pemula, saya sebagai blogger juga excited menemukan buku seperti ini.
Related:
Novel Sehidup Sesurga Denganmu
Novel Death on The Nile by Agatha Christie
1. Deskripsi Buku
- Judul Buku : The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana
- Penulis: Teddy W. Kusuma dan Maesy Ang
- Penerbit: Noura Books (PT. Mizan Publika)
- Jumlah Halaman: 272
- Tahun Terbit: Cetakan pertama, Agustus 2014
2. Sinopsis Novel The Dusty Sneakers
Dua orang sahabat bertemu di sebuah kedai untuk merayakan pencapaian salah satu di antara mereka yang akan melanjutkan S-2 di Den Haag, Belanda. Pertemuan itu pun menjadi semacam acara perpisahan. Mereka akan berjauhan selama kurang lebih dua tahun.
Banyak yang mereka obrolkan, salah satunya janji untuk tetap saling berkabar. Keduanya suka menulis dan menjelajah tempat baru, oleh karena itu mereka sepakat untuk mengelola sebuah blog yang bernama The Dusty Sneakers secara bersama-sama. Mereka memiliki nama pena Twosocks dan Gypsytoes.
Related:
Novel Rapijali 1 (Mencari), Welcome to Planet Ping
Novel Ancika, Sebuah Nama Sebuah Cerita
Twosocks dan Gypsytoes
Twosocks, seorang pria asal Bali yang menetap di Jakarta. Dia tumbuh dalam budaya lokal yang kental. Kisah pewayangan menyertai perjalanan hidupnya. Di The Dusty Sneakers dia menulis perjalanan ke berbagai daerah di Indonesia.
Sedang Gypsytoes adalah seorang perempuan cina peranakan yang juga menetap di Jakarta. Dia tumbuh dengan mencintai dongeng-dongeng yang berasal dari Eropa. Di The Dusty Sneakers dia menulis perjalan ke berbagai tempat di luar negeri.
Novel The Dusty Sneakers diramu dengan unik. Isinya ditulis layaknya sebuah artikel di blog. Setiap judul menceritakan perjalanan Twosocks dan Gypsytoes secara bergantian. Tidak seperti travel blogger kebanyakan, mereka lebih fokus menuliskan sisi kemanusiaan dari setiap perjalanan ketimbang merekomendasikan tempat kuliner setempat.
Novel The Dusty Sneakers terbagi menjadi tiga bab, yakni:
1. Langkah pertama yang memuat tulisan berikut:
- Salam dari Timur (Twosocks)
- Menyapa Shakespeare di Paris (Gypsytoes)
- Dan Gunung-Gunung Memanggil (Twosocks)
- Arip Syaman, Sahabat yang Ganjil (Twosocks)
- Menemukan Persahabatan di Portugal (Gypsytoes)
- Rumah Para Pemberani (Twosocks)
- Un Piccolo Mondo (Gypsytoes)
- Baduy: Hari Ketika Saya Bertanya-tanya (Twosocks)
- Roma: Di Antara Penjual Ganja dan Ruang Gawat Darurat (Gypsytoes)
2. Langkah Kedua yang memuat tulisan berikut:
- Mencari Gypsytoes di Bangalore (Twosocks)
- Bangalore Bersama Twosocks (Gypsytoes)
3. Langkah ketiga yang memuat tulisan berikut:
- Antara Taipei dan Jakarta (Gypsytoes)
- Berjalan ke Masa Lalu (Twosocks)
- Bersama Kiran di Brussels (Gypsytoes)
- Mendadak Road Trip (Twosocks)
- Siprus yang Berwarna Biru (Gypsytoes)
- Wajah Bali yang Murung Sebelah (Twosocks)
- Antara Belanda dan Jakarta (Gypsytoes)
- Melangkah Pulang (Twosocks)
Langkah pertama merupakan saat-saat awal perpisahan mereka. Di langkah kedua, Twosocks dan Gypsytoes bertemu di Bangalore, tempat pertengahan antara Jakarta dan Den Haag. Di langkah ketiga mereka kembali berpisah sembari menunggu saatnya kepulangan Gypsytoes ke Indonesia.
Related:
Novel Hujan, Antara Menerima dan Melupakan
Novel Serpihan Asa, Cerita Sederhana yang Menjadi Juara
Kisah Favorit dari Tulisan Twosocks
Wajah Bali yang Murung Sebelah merupakan tulisan Twosocks yang menjadi favorit saya. Twosock menuliskan obrolannya dengan Gung Wa Oka, sang bibi. Saat itu dia pulang ke Bali untuk merayakan Hari Raya Galungan. Mereka banyak bercerita tentang keadaan Bali yang telah mengalami banyak perubahan.
Terkenalnya Bali sebagai destinasi wisata memang memberikan banyak dampak positif. Namun, kita pun tidak bisa menutup mata terhadap dampak negatif yang menyertainya. Laut dan pantai tidak sebersih dulu. Jalanan pun kini semakin macet.
Selain hal yang terjadi secara alami seperti abrasi, ulah manusia pun memberikan kontribusi pada perubahan di Bali seperti pelanggaran sempadan pantai oleh bangunan, penambangan pasir, sampai penghancuran hutan bakau. Wisatawan yang melonjak pun mendatangkan masalah yang tidak bisa dianggap sepele, yakni sampah.
Meskipun secara umum Bali masih indah, alamnya masih cantik, sebagian masyarakatnya pun masih mempertahankan tradisi turun-temurun, tetapi kita tidak boleh abai terhadap segala perubahan yang meresahkan ini.
Kisah Favorit dari Tulisan Gypsytoes
Dari sekian tulisan Gypsytoes tentang perjalanannya di luar negeri, Praha: Negeri Dongeng yang Kelamlah yang menjadi favorit saya. Pada saat tutup tahun, Gypsytoes dan kawan-kawannya melakukan perjalanan ke tiga negara.
Praha menjadi tempat paling spesial dalam perjalanan itu. Kota itu langsung memberikan kesan magis tepat di pandangan pertama Gypsytoes. Danau beku dan pohon berselimut salju mengingatkan perempuan itu pada negeri dongeng yang amat digandrunginya sejak kecil.
Banyak anak perempuan yang tumbuh dengan dongeng yang diceritakan turun-temurun. Namun, jarang yang menyadari bahwa dongeng sebetulnya berasal dari kisah kelam yang menjadi pembicaraan antar orang dewasa. Baru di kemudian hari, kisah-kisah itu berubah menjadi lebih ramah anak.
Kota Praha bersalju Desember kala itu mengingatkan Gypsytoes pada dongeng-dongeng kelam. Tempat yang dia kunjungi pun menyimpan sisi gelapnya. Salah satunya Prazsky Orloj, jam astronomi di sudut balai Kota Tua.
Ada legenda tentang jam itu. Konon para petinggi kota membutakan mata Master Hanus, sang pencipta jam dengan pisau panas agar dia tidak bisa membuat jam yang lebih indah lagi.
Selain itu ada pula legenda seram di balik jembatan Santo Charles, jembatan paling ternama di antara sekian jembatan yang menghubungkan wilayah Kota Tua dan Lesser Town. Mitosnya, saat jembatan itu sedang dalam perbaikan, sang mandor meminta bantuan iblis.
Sebagai imbalannya, Iblis meminta orang yang melintasi jembatan untuk pertama kali sebagai tumbal. Naasnya, orang yang pertama melintas adalah istri sang mandor yang sedang hamil.
Masih ada cerita mencekam lainnya yang merebak di Kota Praha. Cerita-cerita itu semakin meyakinkan kita bahwa dongeng itu tidak selamanya merupakan kisah yang indah.
Related:
Novel Anak Rantau, Alam Terkembang Jadi Guru
Kumcer Bila Esok Ibu Tiada, Kisah Tentang Kehilangan dan Penyesalan
3. Review Novel The Dusty Sneakers
Tadinya saya mengira novel ini seperti novel pada umumnya yang menceritakan dua sahabat yang berada di negara yang berbeda. Ternyata buku ini ditulis dengan dua point of view dan penulisnya pun berbeda. Sangat unik.
Setiap kisah layaknya satu artikel dan tiap artikel memperlihatkan satu insight yang tidak selalu bisa orang kebanyakan lihat. Banyak ilmu, pengetahuan, wawasan, dan pandangan yang buku ini bagikan.
Saya menebak kisah-kisah yang ada di novel ini adalah kisah nyata para penulisnya, Teddy W. Kusuma sebagai Twosocks dan Maesy Ang sebagai Gypsytoes. Konon, mereka ini bersahabat, tetapi dari interaksi yang mereka jabarkan sendiri, saya merasa mereka ini lebih dari sahabat.
4. Penutup
Bagi kalian yang kurang suka novel, buku ini bisa menjadi pilihan. Bentuknya hampir seperti cerpen, tetapi yang ini lebih istimewa. Kisah yang tidak terlalu panjang tentunya akan membuat nyaman para pembaca yang gampang suntuk dan ngantuk.
Para travel blogger pun bisa banget baca novel The Dusty Sneakers ini untuk memperkaya sudut pandang dalam menulis sebuah artikel. Saya pun banyak belajar dari buku ini. Sekian ulasan dari saya. Selamat membaca, Playmates.
Kisah inspiratif tentang travel blogger, tidak melulu bercerita tentang destinasi wisata/kuliner, tapi juga ada sisi kemanusiaan yang membuat kita menjadi lebih peduli
Betul banget, tulisannya spesial.
Wah bisa tertebak ya kalau cerita fiksi ini adalah pengalaman nyata dari penulisnya. Jadi penasaran untuk ikut membacanya. Btw, judul bukunya unik banget.
Unik dan keren, ya, judulnya. Kotor-kotoran yang menambah pengalaman.
wah related banget dengan kita ya mbak yang berprofesi sebagai blogger juga. Sepertinya saya wajib masukkan ke daftar bacaan sebelum eksekusi membacanya. Lagi sedikit banget buku yg saya baca beberapa bulan terakhir
Iya, belajar dari sesama blogger. Btw, selamat atas kemenangan kemarin, ya, Mbak Maria.