Novel Ancika, Sebuah Nama Sebuah Cerita

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Playmates. Salam sehat untuk semua, ya. Sudah pada tahu kan kalau Pidi Baiq akan segera mengalihwahanakan Novel Ancika menjadi sebuah film? Pastinya sudah tidak sabar ingin melihat bagaimana cara berbicara Arbani Yasiz sebagai Dilan, secara Dilan itu sudah identik banget sama Iqbaal Ramadhan.

Terlepas dari pro dan kontra atas pergantian pemeran Dilan, kita harus tetap mendukung perfilman Indonesia agar lebih maju. Kita juga beri kesempatan pada Arbani untuk menunjukkan kemampuannya, seperti halnya dahulu kita juga mendukung Iqbaal kala banyak pihak yang meragukan bahwa dia mampu memerankan Dilan dengan baik.

1. Deskripsi Novel Ancika

Related:

Novel Sehidup Sesurga Denganmu

Novel Death on The Nile by Agatha Christie

2. Review Novel Ancika

Ancika, Dia yang Bersamaku Tahun 1995

Saya membutuhkan ketegaran hati yang kuat saat memutuskan untuk membaca novel ini. Dengan hanya membaca judulnya, siapa pun pasti tahu tak kan ada lagi kisah manis tentang Dilan dan Milea.

Dari buku sebelumnya, kita tahu bahwa Milea sudah bertunangan dengan orang lain, sedangkan Dilan telah memiliki seorang kekasih bernama Ancika Mehrunisa Rabu. Namun, saya tidak menyangka akan ada lanjutan novel Milea tersebut dan Ancikalah yang menjadi pemeran utamanya. Sebuah nama, sebuah cerita.

Sulit bagi saya untuk menerima bahwa ada pemeran utama lain, selain Dilan dan Milea. Namun, walaupun begitu saya tetap membaca novel Ancika ini dan menamatkannya.

Ancika merupakan gadis keras kepala yang menganggap dirinya biasa saja, padahal dia cantik. Buktinya yang ngantri banyak, mulai dari Bagas si teman bimbel, Bono si pembuat ulah, dan Kang Yadit si haus pujian. Namun, dari penuturan Ancika dirinya tidak akan pernah bisa bersaing dengan Milea.

Milea sendiri hanya muncul sepintas saat seseorang memberi tahu Cika bahwa Dilan mempunyai orang spesial di masa lalunya. Kemudian terjadi pertemuan singkat antara Dilan-Cika yang tidak sengaja dengan Milea-suami beserta anaknya.

Saya merasakan bahwa kejadian itu merupakan pertemuan antara orang-orang yang telah dewasa dan matang. Mereka hanya bertegur sapa dan berusaha bersikap senormal mungkin.

Related:

Novel Rapijali 1 (Mencari), Welcome to Planet Ping

Novel Hujan, Antara Menerima dan Melupakan

Dilan-Ancika: A New Chapter

Karena novel ini berdasarkan PoV Cika, perasaan Dilan dan Milea saat itu tidak terlalu kentara. Saya tidak tahu perasaan mereka sebenarnya saat sama-sama melihat orang yang dulu memiliki tempat spesial di hati telah mempunyai pasangan.

Begitu pula dari saat Dilan melakukan pendekatan pada Cika, saya tidak tahu apakah dia masih kerap memikirkan Milea atau tidak. Namun, Dilan tetaplah Dilan yang selalu mempunyai cara berbeda dengan orang kebanyakan dalam hal mengungkapkan perasaan.

Kepada Ancika pun, Dilan melakukan hal-hal yang unik, gila malahan. Di awal perkenalan, Dilan yang merupakan teman paman Cika ini mengerjakan PR sang gadis, yaitu meresensi sebuah buku.

Tentu saja Dilan mengerjakannya dengan ngawur. Dia malah menulis hal tentang Cika dan celakanya gadis itu tidak membacanya terlebih dahulu, sehingga dia menjadi bahan tertawaan teman-teman saat membacakan tugas resensi itu di depan kelas.

Selain itu, pada saat Cika berulang tahun ke-17, Dilan menghadiahinya sesuatu yang pasti tidak terpikirkan orang lain. Lebih gila dibanding hadiah untuk Milea. Masih ingat nggak apa hadiah ultah dari Dilan untuk Lia? Ya, betul. Sebuah buku teka-teka silang yang sudah diisi.

Nah, kalau untuk Cika, Dilan ngasih Taman Hutan Raya Djuanda. Ngapain juga, ya, ngasih-ngasih taman milik pemerintah. Memang lain dari yang lain Dilan itu, tetapi saya suka. Eh!

Related:

Novel The Dusty Sneakers, Catatan Duo Travel Blogger

Novel Serpihan Asa, Cerita Sederhana yang Menjadi Juara

Hanya Untuk Dikenang, Bukan Diulang

Novel Ancika Karya Pidi Baiq

Seperti tiga novel pendahulunya, yang ini pun ceritanya simple. Mengalir begitu saja. Ada berbagai masalah yang muncul, tetapi tidak ada konflik yang luar biasa.

Yang membuat cerita Dilan ini ngena di hati saya adalah karakternya yang kuat dan unik, latar waktu tahun 90-an (Ancika ini 1995) yang mengajak pembaca kembali mengingat indahnya masa-masa itu (cieee), serta latar tempatnya yang menggambarkan keindahan Bandung.

Akan tetapi cerita yang simple ini memberikan saya insight bahwa seindah dan semanis apa pun masa lalu, tetap saja harus kita relakan agar bisa menjalani masa kini dan masa depan dengan baik.

Related:

Novel Anak Rantau, Alam Terkembang Jadi Guru

Kumcer Bila Esok Ibu Tiada, Kisah Tentang Kehilangan dan Penyesalan

Yang Terjadi, yang Terbaik

Baik Dilan, Milea, maupun Ancika, menurut saya ketiganya merespons apa yang terjadi dengan sikap positif. Dilan merelakan Milea untuk menjemput kebahagiaannya. Mereka masih sama-sama muda saat itu sehingga masih mengedepankan ego dan gengsi. Di mata saya, mereka menemukan orang yang tepat di waktu yang kurang tepat.

Sedang Ancika, di usia yang lebih muda dari Dilan pun menunjukan sikap yang cukup dewasa. Rasa cemburu yang ada tentu saja wajar, mengingat pernah ada kisah indah antara Dilan dan Milea. Kisah yang membuat saya susah move on. (Nggak ada yang nanya, ya?) Namun, Cika tidak terlalu memusingkan hal itu dan memilih fokus pada masa kini dan masa depan.

Inspirasi bisa didapat dari mana saja. Dan, dari cerita ini saya bisa lebih memahami arti penting penerimaan dan move on. Bagaimana? Kamu tertarik untuk membacanya atau tidak? Saya tidak sabar menantikan Ancika versi filmnya karena sudah tidak sanggup menahan rindu, ingin melihat Dilan lagi.

(Saya menulis artikel ini satu tahun sebelum pengumuman proses pelaksanaan syuting Ancika 1995, bagian pembuka artikel merupakan tambahan setelah adanya press confrence terkait hal tersebut)