Kualitas Hubungan dengan Pasangan, Pentingkah?

Suara tangisan mengawali hari Jumat kala itu. Si bungsu tidak mau mandi, sedangkan jam dinding sudah menunjukkan pukul 07.30. Alamat kesiangan ini mah ke sekolah si cikalnya. Mood saya sudah mulai agak ambyar, tetapi saya tetap ingin mengikuti kajian rutin yang kali ini mempunyai tema kualitas hubungan dengan pasangan.

Situasi kemudian berangsur terkendali. Si bungsu sudah bersiap ikut ke sekolah. Di perjalanan, saya mampir ke warung untuk membeli berbagai “amunisi” agar bocah gemoy itu anteng saat saya menyimak materi.

Saya punya feeling bagus sehingga optimis semua akan berjalan lancar. Setelah mengantar si cikal ke kelasnya, saya langsung menuju aula serbaguna. Dengan penuh percaya diri saya duduk di barisan paling depan.

Pemateri kali itu adalah Dra. Nurlela, seorang guru BK di jenjang mualimin yang berada di bawah naungan yayasan yang sama dengan TK si cikal. Beliau bukan merupakan sosok yang asing. Sudah lama saya mengenalnya karena kami bertetangga.

Lima belas menit pertama berjalan lancar. Bu Lela bertanya apakah kami tahu ayat perihal pernikahan. Saya tidak hapal, tetapi saya tahu itu adalah Q.S. Ar-Ruum ayat 21, sebuah ayat yang kerap muncul di kartu undangan pernikahan.

Ayat tersebut menyebutkan bahwa pasangan merupakan tanda-tanda keagungan Allah. Dengan pernikahan, hidup menjadi lebih indah dan berwarna. Selain itu, menikah merupakan bentuk penyempurnaan agama dan ibadah terpanjang.

Harmonis dengan pasangan merupakan suatu keharusan karena dengannya kita bisa memanen kebaikan dari anak. Kok bisa? Ya karena anak yang melihat orang tuanya saling mengasihi kemungkinan besar akan menjadi penyayang pula.

Akan tetapi, itu sulit bukan? Apalagi saat pernikahan telah memasuki usia lima tahun ke atas. Fokus terpecah, tidak lagi tentang pasangan. Namun, kita harus berusaha mengokohkan cinta dengan menebalkan niat bahwa semua ini semata mengharap rida Allah.

Related:

Label Baru di Blogku

Keutamaan Ilmu, Cari Tahu, Yuk!

Jenis-jenis Watak Anak, Kenali, Yuk!

1. Mohon Bersabar, Ini Ujian

Mohon bersabar ini ujian

Feeling saya salah besar. Baru sekitar seperempat jam acara berlangsung, si bungsu merengek. Dia ingin mengeraskan volume ponsel saat sedang nonton Super Wings. Saya menyesal duduk paling depan. Posisi ini tidak memungkinkan untuk menuruti kemauannya.

Saya mencoba membujuknya dengan makanan. Sahabat saya yang duduk di barisan kedua pun ikut memberikan cemilan. Namun, semuanya sia-sia. Si bungsu malah tambah histeris.

Selama saya membereskan tas, saya tahu semua mata tertuju pada kami. Ingin rasanya langsung menghilang. Bu Lela sampai berkomentar, “Tenangkan dulu saja, Neng.”

Saya segera keluar ruangan sambil menggendong si bungsu. Saat memakai sepatu pun dia masih belum berhenti menangis. Dia tidak ingin pergi dari sana. Lah, gimana urusannya? Rasanya saya ingin ikut menangis juga.

Dengan kesal saya berlalu menuju kelas si cikal. Si bungsu mengejar sambil masih menangis, malah lebih keras. Saya menggendongnya lagi dengan harapan tangisnya mereda. Kemudian saya duduk di pinggir kelas untuk menenangkan diri.

Mungkin inilah waktu saya untuk mengimplementasikan ilmu dari kajian-kajian yang lalu. Tentang hak anak, kesabaran, kewajiban mendidik anak, dan lain sebagainya. Dalam keadaan marah seperti itu, saya memilih untuk diam.

Setelah beberapa menit, dengan polosnya si bungsu meminta saya untuk membukakan kemasan keripik kentang. Dia tampak biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa. Mohon bersabar! Ini ujian.

Related:

Pengalaman Berkesan Saat Mengikuti Kajian Bersama Ibu Wakil Bupati Garut

Pendidikan Tauhid Kepada Anak, Sepenting Apakah?

Pentingnya Cinta Murni dalam Pembentukan Karakter dan Fondasi Iman pada Anak

Menghayati Doa Nabi Ibrahim, Amalkan, Yuk!

2. Kualitas Hubungan dengan Pasangan

Kualitas hubungan dengan pasangan

Saya memang tidak bisa menyimak kajian minggu kesepuluh ini dengan tuntas. Untungnya, Bu Lela berbaik hati membagikan file materinya.

Alhamdulillah, saya jadi punya gambaran tentang pembahasan kualitas hubungan dengan pasangan ini. Berikut poin-poinnya:

Titik Rawan Dalam Rumah Tangga

  • Pasca Melahirkan
  • Ekonomi Sedang Terpuruk
  • Karir sedang Melonjak Naik (Tak ada waktu untuk Keluarga dan berdatangan Penggoda)
  • Merasa Menjalani Rutinitas yang itu itu saja
  • LDM (Long Distance Marriage)
  • DLL

Urgensi Menjaga Kualitas Relasi dengan Pasangan

  • Kehidupan pernikahan orang tua akan menjadi model dan inspirasi bagi semua anak-anak
  • Hubungan Perkawinan yang bahagia akan mempersepsikan rumah mereka tempat yang membahagiakan untuk hidup (Hurlock,1990)
  • Kondisi kehidupan pernikahan orang tua akan membentuk kepribadian anak-anak.
    Dua kunci Dasar menciptakan anak tangguh, yakni: Menciptakan Kebahagiaan Perkawinan (Happy Couple) dan Menciptakan Kenyamanan dalam Keluarga (Happy Family)

Pasangan Sadar Delapan Perubahan Pasca Menikah:

  • Status & Tanggung Jawab
  • Kebebasan & Keterikatan
  • Kesendirian & Kebersamaan
  • Cita-cita & Realitas Kehidupan
  • Kebiasaan & Gaya Hidup
  • Standar & Ukuran
  • Pergaulan & Sosial
  • Adat & Kebiasaan

Pahami Karakteristik Kebutuhan Pasangan (Tiga tenaga cinta versi Robert Steinbergh)

  • Intimacy
    Ingin selalu dekat, nyaman bersama,tak ingin meninggalkan, menelantarkan dan
    menyia-nyiakan.
  • Passion
    Memiliki kehangatan, semangat hasrat, gairah, peduli pada pasangan, menjaga,melindungi, membela, dsb.
  • Commitment
    Tak ingin mengkhianati/ingkar janji,setia dalam suka dan duka, kokoh bersama melewati fase-fase dinamika dalam hidup.

Pahami Karakteristik Kebutuhan Pasangan. 5 Bahasa Cinta (THE FIVE LOVE LANGUAGES) GARY CHAPMAN.

  • Kata-kata Apresiasi (Word of Affirmation)
  • Waktu Berkesan (Quality Time)
  • Hadiah (Receiving Gifts)
  • Pelayanan (Acts of Service)
  • Sentuhan Fisik (Physical Touch)

Kebutuhan Suami: PAMER

  • P = Pengakuan
  • A = Apresiasi
  • M = Me Time
  • E = Empati
  • R = Romantis

Kebutuhan Istri: HARTA

  • H = Hadir
  • A = Aman
  • R = Romantis
  • T = Tanggung Jawab
  • A = Apresiasi

3. Penutup

Happy couple happy family

Alhamdulillah, meskipun hanya menyimak sebentar, tetapi kajian kali ini memberikan pengetahuan dan insight baru tentang harmoni dalam berumah tangga. Plus, ujian praktik juga tentang kesabaran.

Peer banget bagi saya untuk mengetahui love language pasangan dan tentunya diri sendiri. Apakah word of affirmation, quality time, receiving gifts, act of service, atau physical touch. Dengan mengetahuinya akan lebih mudah untuk saling membahagiakan.

Kita harus berusaha mencintai dari hati, ikhlas, dan tulus untuk harmoni kehidupan. Apalagi kalau sudah ada anak-anak. Mereka akan menjadikan pernikahan orang tua sebagai inspirasi. Selain itu, kondisi pernikahan orang tua sangat berpengaruh pada kepribadian mereka.

Semoga kita bisa seperti Habibie Ainun yang romantis dan setia sepanjang perjalan rumah tangga. Tentunya hal itu bisa dicapai hanya dengan memiliki kualitas hubungan dengan pasangan yang baik.

Related:

Wanita Perindu Surga, Kita Termasukkah?

Rahasia Emas Bagi Pemburu Ilmu

Mendapatkan Ketenangan Hati Anti Galau, Bisakah?