Sebelum tahun 2020, tidak pernah terlintas sedikit pun di benak bahwa saya bisa mempunyai sebuah buku. Rasanya itu merupakan suatu hil yang mustahal. Namun, setelah mengikuti sebuah kelas menulis online, sedikitnya saya jadi mengetahui cara menerbitkan buku.
Kelas menulis itu terdiri dari dua sesi. Yang pertama pemberian lima materi. Setelah itu, peserta mendapatkan tugas yang berkenaan dengan materi tersebut. Kemudian di sesi dua, kami ditantang untuk menulis 300 kata per hari selama 30 hari.
Yang mampu bertahan sampai akhir berhak mengikuti project antologi bersama. Saya tidak menyangka ternyata mengikuti kelas menulis tersebut merupakan jalan untuk memeluk buku karya sendiri.
Saat itu kami tidak perlu mencari penerbit karena kelas menulis tersebut sudah memiliki divisi penerbitan. Bahkan, pihak mereka menyediakan layouter yang menawarkan dua pilihan gambar untuk cover. Kalau tidak salah ingat, tidak ada biaya untuk proses ini. Hanya saja setiap peserta membeli satu buku.
Dalam pembuatan antologi bersama itu, setiap kelompok bekerja sama. Ada penanggung jawab dan editor. Di sini prosesnya berlangsung alot karena kami harus memperhitungkan ketebalan buku dengan jumlah peserta yang masih bertahan.
Setelah semua beres, kami menyerahkan naskah ke pihak penerbit. Saya excited banget saat mempromosikan buku kebanggaan tersebut. Ya, walaupun setiap orang hanya punya jatah dua lembar, tetapi itu tidak mengurangi rasa bahagianya.
Menurut saya, bagian terberat dari proses pembuatan buku adalah bagian penjualan. Kebayang, ya, betapa menantangnya membujuk orang lain agar membeli buku kita tanpa memiliki nama besar penulis.
Akan tetapi, semua prosesnya merupakan pengalaman yang berharga. Dari sanalah saya belajar teori kepenulisan, konsisten menulis, berjejaring, dan mengetahui cara menerbitkan buku.
Jenis-Jenis Penerbit
Kalian tertarik untuk punya buku sendiri, nggak, Playmates? Baca tulisan ini sampai akhir, ya, mana tahu sebentar lagi ada kesempatan untuk itu.
Sebelumnya, alangkah baik jika kita bahas terlebih dahulu jenis-jenis penerbit. Melansir dari nasmedia.id, jenis-jenis penerbit yang ada di Indoneia adalah sebagai berikut.
Penerbit Mayor
Jenis penerbit yang pertama adalah penerbit mayor. Penerbit ini memiliki modal besar dan cakupan pendistribusian buku yang luas. Sehingga, jika tulisan kita bisa tembus penerbit mayor, hampir bisa dipastikan buku kita akan nangkring di rak toko buku seluruh Indonesia.
Biasanya tidak ada biaya dalam proses penerbitan ini. Namun, naskah kita harus benar-benar sesuai dengan standard mereka. Mulai dari segi kualitas, kelengkapan naskah, nilai jual dan keaslian tulisan serta gagasan dari penulis.
Contoh dari penerbit mayor adalah Gramedia, Bentang, Mizan, Erlangga, Gagas Media, dan Grasindo. Ayo siapkan naskah terbaikmu, kirimkan, dan tunggu kabar dari mereka. Yang sabar, ya, itu bisa memakan waktu berbulan-bulan.
Penerbit Indie
Bagi penulis pemula tentu akan sangat menantang untuk bisa langsung tembus penerbit mayor. Oleh karena itu tidak ada salahnya kita coba untuk menerbitkan di penerbit indie.
Berbeda dengan di penerbit mayor yang kemungkinan lolosnya kecil, di penerbit ini karya kita pasti bisa terbit. Tentu dengan catatan kita memilih penerbit yang amanah dan tepercaya.
Biasanya mereka menawarkan paket harga dan kita bisa memilih sesuai kebutuhan. Mereka menyediakan editor, layouter, dan membantu promosi. Nantinya akan ada pembagian bagi hasil atau royalty. Itu tergantung bagaimana kesepakatan di awal.
Contoh dari penerbit Indie adalah Elfamediatama, Ellunar Publisher, AE Publishing, Sint Publishing, Binar Media, dan Palaray Media. Di pembahasan berikutnya saya akan spill cara menerbitkan buku di penerbitan indie berdasarkan pengalaman pribadi.
Penerbit Self Publishing
Yang terakhir adalah self publishing. Jenis penerbitan hampir mirip dengan penerbitan indie, tetapi mereka hanya menerima naskah jadi yang tinggal terbit. Oleh karena itu, penulislah yang menyiapkan segala, mulai dari meng-hire editor dan layouter hingga promosi.
Perihal biaya, penulislah yang menanggung dan keuntungan 100% milik penulis. Jika di penerbit indie naskah pasti terbit, di penerbit self publishing lebih besar lagi kemungkinan terbitnya. Semua tergantung pada kesiapan penulis.
Cara Menerbitkan Buku
Yang pertama dan utama, tentu kita harus menentukan terlebih dahulu karya kita akan terbit di penerbitan jenis mana. Jika kalian ingin tembus penerbit mayor, caranya tinggal kirim naskah saja dan tunggu dengan sabar.
Selain kita yang mengirimkan, tidak jarang pula pihak penerbit yang meminang naskah. Misalnya, cerita yang populer di sebuah platform menulis online atau naskah dari penulis yang sudah memiliki nama. Keduanya memiliki peluang besar dilirik penerbit.
Sebagai penulis amatir, tentu pengalaman yang akan saya bagikan adalah pengalaman menerbitkan buku di penerbit indie. Berikut beberapa cara menerbitkan buku versi saya.
Mengikuti Event Tantangan Menulis
Kedua buku solo saya lahir dari sebuah tantangan menulis. Prosesnya hampir sama. Kala itu pihak penerbit mengadakan event yang mana peserta harus menulis secara berturut-turut. Kebetulan dua-duanya mensyaratkan jangka waktu selama 30 hari.
Tidak semua peserta mampu bertahan hingga akhir. Ada saja trouble di tengah jalan. Alhamdulillah dengan terseok, saya bisa sampai garis finish dan berkesempatan untuk menerbitkan sebuah buku.
Pencapaian yang tidak seberapa ini menghadirkan sepercik rasa bangga pada diri yang telah berhasil menyelesaikan tantangan. Namun, itu bukan akhir dari segala karena setelahnya tentu kita harus berusaha untuk menjual buku tersebut.
Mengikuti Lomba Menulis
Cara yang kedua hampir sama dengan yang pertama. Namun, untuk yang ini merupakan cara terbit beberapa buku antologi bersama saya. Karena bentuknya cerita pendek, jadi tidak memakan waktu terlalu lama.
Pada tahun 2020-2021, saya sedang rajin-rajinnya ikut lomba sehingga buku saya kebanyakan terbit di tahun-tahun itu. Di fase tersebut, saya ketagihan ikut lomba, berbeda dengan sekarang yang merasa sudah cukup.
Untuk teknisnya, penerbit mengumumkan sebuah lomba dan merinci persyaratannya. Ada tema yang mereka siapkan dan kita wajib menulis berdasarkan tema tersebut. Karena namanya lomba, jadi naskah yang terbit tentu hanya yang lolos kurasi juri.
Mengikuti Project Menulis
Berbeda dengan lomba, project menulis biasanya pihak penyelenggara memberikan kesempatan pada semua naskah untuk terbit. Pihak penyelenggara ini bisa penerbit atau komunitas.
Misalkan kalian punya komunitas pencinta seblak, bisa, tuh, janjian untuk membuat sebuah buku tentang apa pun yang berhubungan dengan seblak. Setelah naskah terkumpul, kalian hubungi penerbit indie tepercaya.
Bisa juga pihak penerbit yang mengadakan kegiatan, misalkan nulis bareng dalam rangka menyambut Hari Ibu. Karena bukan lomba, jadi sistemnya SCDD, yaitu Siapa Cepat Dia Dapat. Adanya editor atau tidak, pihak penyelenggara yang menentukan.
Menerbitkan Sendiri
Yang terakhir ini sebenarnya saya belum coba. Namun, saya pernah mendapatkan job untuk me-review sebuah buku yang terbit di penerbitan self publishing. Ini biasanya dilakukan penulis yang punya modal lumayan.
Penulis tersebut mengurus semuanya sendiri. Untuk editor dan layouter bisa ada atau tidak. Bisa juga dikerjakan sendiri. Kelebihan menerbitkan buku dengan cara ini bebas, lah, suka-suka penulisnya.
Kekurangannya lelah karena mengurus semua sendiri. Promo pun sendiri. Biasanya penulis tersebut mempunyai follower yang cukup banyak di media sosial, jadi dia yakin bisa berjalan sendiri.
waah sehat-sehat para penulis buku hebat, saya jadi pengen punya buku juga kak.
Spill grup tantangan menulis bumu dong kak. Kadang, saya kalau tanpa dorongan kuat dan sedikit paksaan, agak sulit menuntaskan tulisan, terlebih untuk menjadi sebuah buku.
Penerbit Mayor ini rasanya menjadi cita-cita semua penulis ya. Aku dulu juga pernah bermimpi bisa menerbitkan buku solo di penerbit mayor. Makin lama, impian makin pupus. Sekarang sudah telanjur nyaman nulis di blog, wkwkwk. Congrats ya mbak 😘