Assalamualaikum playground of Monica’s visitors, salam sehat untuk semua, ya. Menilik masa kecil dahulu, cerita-cerita kerajaan memborbardir imajinasi kita. Hampir semua kisah menceritakan si buruk rupa yang dikutuk dan putri jelita atau si kaya dan miskin. Di awali dengan kemalangan, di akhir cerita kita disuguhi sebuah happy ending. Kalian tahu happy ending-nya apa? Ya, berupa pernikahan. Happily ever after.
Dongeng yang hampir seragam itu secara tidak langsung memberikan kesimpulan pada kita yang masih anak-anak, bahwa ujung kehidupan itu adalah pernikahan. Sebuah kebahagiaan yang akan menjadi akhir perjalanan di dunia.
Akan tetapi, cinta tak selamanya indah, Dek. *Eh. Pada kenyataannya, pernikahan adalah awal dari fase berikutnya dalam kehidupan. Hal sederhana yang bisa diamati adalah banyaknya para istri yang bilang bahwa sikap suami mereka tidak semanis saat belum menikah.
Ibu-ibu mana, nih, suaranya? Ada yang merasakan hal itu juga? Kalau tidak, alhamdulillah ya. Berarti suaminya memang sudah lulus mata kuliah suara hati istri. Kalau memang iya begitu, harus disyukuri juga ya, Bunda, karena bukankah akad nikah itu adalah pembuktian cinta yang paling suci dan agung? Dengan suami mengucapkan janji itu berarti dia telah menunjukkan komitmennya.
Untuk para istri yang merasakan perubahan pada sikap sang suami, saya minta untuk merenungkan hal ini. Tanggung jawab dia sebelum dan sesudah menikah itu berbeda. Saat masih gadis kebutuhan utama kita ditanggung orang tua, jadi pendamping kita itu cuma memberikan tambahannya saja, sebagai pemanis. Saat sudah menikah, semua tanggung jawab atas kita berpindah dari orang tua ke suami. Kebayang dong besar dan beratnya tanggung jawab yang dipegang suami?
Kini suami lebih fokus pada kebutuhan utama keluarganya. Jadi terkadang melupakan hal-hal kecil yang sebelum menikah biasa dilakukan. Belajar memakluminya, yuk, Bunda. Ini juga masih menjadi PR besar bagi saya bagaimana memahami suara hati suami.
Wanita dan pria itu pada dasarnya berbeda. Yang satu mengandalkan logika, satunya lagi mengandalkan perasaan. Akan sulit untuk menemukan titik temu jika tidak ada penyesuaian. Pernah mendengar ada yang mengatakan bahwa pernikahan itu seni mengalah bukan? Hal itu benar adanya, karena dengan saling mengalah, pernikahan bisa langgeng dan harmonis.
Saya menuliskan ini bukan berarti saya sudah paham akan pernikahan, tetapi ini adalah pemikiran saya saat kepala dingin, nggak tahu deh kalau lagi panas (Tepok jidat). Tulisan ini ditujukan untuk sharing hasil pengamatan saya bahwa para lelaki pun sama seperti kita, ingin dimengerti. Apalagi kalau lagi marah dan capek.
Baca juga: 5 Cara Jitu Meluruhkan Amarah Istri
Berikut saya tuliskan cara-cara meluluhkan hati suami yang sedang marah:
1. Biarkan Suami Tenang
Berbeda dengan perempuan yang suka ngomel-ngomel, biasanya lelaki memilih diam saat marah. Jangan paksa pak suami untuk mengeluarkan uneg-uneg kalau dia belum mau, ya. Mungkin dia sengaja diam agar emosinya tidak meledak. Percayalah dalam diam suami kita itu sedang mencari solusi terbaik.
Kalau misalkan, suami memilih keluar rumah pun, biarkan sejenak, paling lama juga mungkin satu atau dua jam. Keinginan kita itu sebesar apa pun masalahnya, suami tidak pergi meninggalkan. Namun, ada beberapa orang yang memang benar-benar butuh keheningan saat ada masalah. Asal perginya nggak tiga kali puasa tiga kali lebaran saja dan bukan pergi ke tempat yang aneh-aneh.
2. Berikan Ruang
Saat kembali misalkan suami masih diam. Biarkan saja, beri dia ruang. Ingat, salah satu harus mengalah. Kali ini sang suami mungkin belum mau mengalah, maka dengan merendahkan ego, biar kita saja. Berikan pertanyaan-pertanyaan pendek. Kalau menggangguk atau menggeleng, bersoraklah, dalam hati tentunya. Itu sebuah kemajuan. Lama-lama juga dia bakalan kangen. Eaaa.
3. Pasang Wajah Manis
Ibarat bermain layangan, ada yang namanya tarik dan ulur. Saat ini kita ulur saja, tunggu sampai sikap suami agak mencair. Saat masa itu berlangsung, jangan lupa memasang wajah manis. Bibir yang setengah mati ingin mengerucut dikondisikan dulu.
4. Masak Makanan Favorit Suami
Meskipun tidak berkomunikasi dengan intens, kita bisa meluruhkan amarah suami dengan masakan. Tidak perlu banyak kata, kita bisa menyenangkannya.
5. Curhat pada Ibunya
Saat senyuman dan masakan belum mampu meluluhkan hati suami, maka coba bicaralah dengan orang yang paling menyayangi dan memahaminya, sang ibu. Kita bisa minta saran dan meminta tolong pada beliau untuk berbicara pada anaknya. Ini dilakukan saat masalah belum bisa juga terselesaikan oleh suami istri. Kalau masalahnya kecil sebaiknya tidak dibicarakan pada beliau agar tidak membebani pikiran sang mertua.
Nah, itu dia 5 cara jitu meluruhkan amarah suami versi saya. Semoga bermanfaat, ya. Saya tunggu versi jitu versi bunda-bunda semua.
Laki-laki dan perempuan memang beda, tapi itulah yang menyebabkan bisa saling melengkapi. Kalo wanita memang suka jalan diperasaan, pria di logika. Itulah uniknya Tuhan menciptakan manusia :))
Betul sekali, Mbak, saling melengkapi kekurangan masing-masing dan berbagi kelebihan.
Setujuu banget lama berumah tangga istri harus peka kapan suami sedang tidak baik baik saja dan memang harus memberi dia ruang. Lama-lama juga bakal cerita sendiri kita sebagai istri cukup mendoakan selalu.
Harus ditahan dulu, ya, Mak jiwa keponya. ?
Setuju banget mbak.. pria juga (ternyata) ingin dimengerti ya. Thanks tipsnya utk meluluhkan hati suami. Tp utk curhat kpd ibunya rasanya tergantung tipe ibu mertua yaa hihi. Krn ada mertua yg enak dicurhati, ada juga yg bisa jd bumerang..
Alhamdulillah mertua saya baik, jadi tidak terpikirkan ke sana. Terima kasih masukannya, Mbak, sangat masuk akal.
Hehe iya mba klo udah nikah cinta itu gak selamanya indah, apalagi udah 5 tahun ke atas jadi tau yg kejelekan masing2 pasangan, no.1-3 nih yg paling ampuh bagi saya 🙂
Harus saling memahami dan memaklumi, ya, Mbak.
Terima kasih sudah berbagi, Mbak Monica. Pengetahuan yang berguna buat saya yang masih lajang. Saya juga suka baca-baca buku konseling pra-pernikahan dan pernikahan. Hal-hal begini dibahas juga.
Keren, nih, sudah punya banyak modal pengetahuan pernikahan.
Terima kasih sudah berbagi, Mbak Monica. Pengetahuan yang berguna buat saya yang masih lajang. Saya juga suka baca-baca buku konseling pra-pernikahan dan pernikahan. Hal-hal begini dibahas juga lho.
Sama-sama, Mbak Nieke.