5 Cara Ampuh Mengikis Trauma

Assalamualaikum playground of Monica’s visitors, salam sehat untuk semua, ya. Beberapa saat lalu, saya menulis surat untuk seseorang yang saya sebut sahabat meskipun kini saya sudah menjadi orang asing di hidupnya. Keberadaan dia dahulu di hidup saya menjadi penghangat di hari-hari yang dingin dan sunyi.

Baca juga: Dear Sahabat

Saya memang tidak mengalami kekerasan secara fisik, tetapi secara mental, saya sangat tersiksa karena pengucilan itu. Hampir selama enam tahun saya merasa kesepian saat berada di sekolah. Hati ini terasa sunyi di tempat yang ramai.

Saya tidak pernah berkonsultasi dengan siapa pun, jadi saya tidak tahu dengan pasti apakah sifat insecure yang ada pada diri ini dampak pengucilan itu atau bukan. Selain insecure, saya juga kerap merasa tidak nyaman bila berada di tempat yang ramai dan lingkungan baru. Saya susah untuk berbaur. Ada perasaan takut dan khawatir akan menerima penolakan dari lingkungan itu.

Dengan kekuatan sendiri, saya mencoba menepis bayangan suram masa lalu itu agar bisa melangkah menuju masa dengan depan lebih mudah. Berikut hal-hal yang saya lakukan untuk mengikis trauma yang ditimbulkan dari pengucilan itu:

1. Menerima

Yang pertama, tentunya harus ada kesadaran bahwa segala yang terjadi itu atas kehendak dan izin Sang Pencipta, baik itu hal yang menyenangkan atau sebaliknya. Memang sulit, tetapi kita bisa melakukannya secara perlahan. Di awal biasanya akan ada pertanyaan, “kenapa harus aku?”. Itu wajar karena memang begitu tahapannya.

Seiring berjalannya waktu, kita akan mulai memahami pasti ada hikmah di balik cobaan ini. Kita harus terus mendekatkan diri kepadaNya agar bisa menyadari bahwa Dialah yang mempunyai kuasa atas hidup kita.

2. Memaafkan

Setelah bisa menerima cobaan yang diberikan, saya mencoba memafkan. Pertama, memaafkan diri sendiri. Sebelumnya ada perasaan marah pada diri sendiri karena hampir selama enam tahun, saya hanya diam saat dikucilkan. Tidak ada pembelaan diri atau pun usaha untuk meminta tolong. Namun, kini saya mengerti saat itu saya masih anak-anak yang pastinya kebingungan harus berbuat apa.

Kedua, saya memaafkan teman-teman yang mengucilkan. Baik seorang teman yang selalu mengintimidasi maupun teman-teman lain yang membiarkan itu terjadi dan tidak membela saya. Saya mengerti, mereka pun masih anak-anak dan sedang bertumbuh dan berkembang untuk mencari jati diri. Kabar baiknya, kini saya dan mereka berteman dengan baik.

Ketiga, saya memaafkan orang-orang dewasa di sekitar saya yang dulu saya anggap tidak peka. Saya menyadari bahwa dulu saya memang tidak menunjukkam gerak-gerik layaknya seorang anak yang membutuhkan bantuan. Saya bersikap seolah semua baik-baik saja. Jadi, mereka bukan tidak peka, tetapi memang saya tidak mengirimkan sinyal ataupun kode.

3. Mengalihkan

Setelah memaafkan, saya mencoba mengalihkan fokus pada hal-hal yang disuka. Saat itu saya memusatkan perhatian pada boyband Westlife. Melalui musik mereka, saya merasakan kesenangan. Selain itu, saya juga bisa mempelajari Bahasa Inggris melalui liriknya. Sampai sekarang lagu dan liriknya nempel di memori walaupun sudah berlalu lebih dari sepuluh tahun. Saat itu saya belum sering menulis seperti sekarang. Andai sudah tahu bahwa menulis bisa dijadikan terapi tentunya saya sudah menulis sejak dulu.

4. Mengembangkan

Setelah perhatian dan pikiran teralihkan pada hal-hal yang menyenangkan, kita bisa memilah hal mana yang akan dikembangkan. Tentunya hal ini tergantung pada minat dan bakat. Bisa menggambar, menjahit, menulis, memasak, atau apapun yang dapat membuat kita berkembang.

5. Menghangatkan

Untuk hal ini, saya belum bisa sepenuhnya melakukan karena saya merasa pribadi saya memang tidak terlalu hangat. Namun, jauh di lubuk hati, saya ingin menjadi orang yang bisa menghangatkan saat orang lain kedinginan. Maksudnya adalah saat orang lain merasakan hal buruk di hidup mereka yang kemudian menimbulkan trauma, saya ingin bisa menjadi pendengar yang baik, memberikan semangat, dan membuat mereka tidak merasa sendiri agar kekosongan berkepanjangan yang saya rasakan dulu tidak mereka rasakan juga.

Itulah lima cara saya untuk mengikis rasa trauma. Meskipun pastinya sangat banyak kekurangan, tetapi semoga bermanfaat.

18 pemikiran pada “5 Cara Ampuh Mengikis Trauma”

  1. Puk. Puk. Terima kasih sudah berbagi. Terima kasih sudah kuat dan menjalani. Saya juga pernah alami beberapa hal di atas. Ada buku-buku yang saya baca yang juga bantu saya melewati semua proses healing. Ujung semuanya mengajarkan untuk let it go dan memaafkan meski mereka salah. Memaafkan bukan berarti membenarkan tindakan salah mereka. Tapi meringankan langkah dan membuang sampah yang mereka taruh di hidup kita.

    Balas
  2. Makasih sharingnyaa, berdamai dengan diri sendiri cara yg tepat buat mengatasi trauma yaa. Kalau perlu ke psikolog supaya bisa mengeluarkan uneg uneg di dalam hati, curhat ke orang yang benar akan bermanfaat tp kalau ke orang yg salah akan aal.

    Balas
  3. Makasih, banyak mungkin yang sebetulnya mengalami trauma tapi ditutup tutupi atau tidak dirasakan, tulisan ini bisa jadi referensi utnuk yangingin mengobatinya secar amandiri

    Balas
  4. Menerima dan memaafkan sepertinya yang kurang iklhas aku lakukan. Biasanya kalau trauma akan jalanan berpasir,sampe saat ini aku masih trauma dan takut.

    Memang kita harus menerima dan berusaha untuk iklhas ya

    Balas
  5. Berdamai dengan masa lalu itu memang nggak mudah, asal percaya kalau kita kuat dan bisa melewatinya, walaupun butuh waktu lama insyaallah bisa bangkit dari trauma ya

    Balas

Tinggalkan komentar